Bahasa Jawa memiliki sejarah panjang dan kaya yang telah membentuk identitas budaya masyarakat Jawa. Salah satu warisan linguistik yang berharga adalah tembung kawi, kosakata bahasa Jawa kuno yang telah menjadi bagian integral dari sastra dan budaya Jawa selama berabad-abad. Dalam artikel ini, kita akan menelusuri contoh kalimat tembung kawi, menyingkap ciri-cirinya yang unik, dan mengapresiasi pengaruhnya yang abadi pada bahasa Jawa modern.
Tembung kawi berasal dari bahasa Sansekerta “kawi” yang berarti “penyair”. Istilah ini digunakan untuk merujuk pada bahasa Jawa kuno yang digunakan dalam karya sastra, prasasti, dan dokumen sejarah dari abad ke-8 hingga ke-15 Masehi. Tembung kawi memiliki ciri khas tersendiri yang membedakannya dari bahasa Jawa modern, termasuk penggunaan kata-kata yang lebih panjang, akhiran yang lebih kompleks, dan kosakata yang lebih banyak dipengaruhi oleh bahasa Sansekerta.
Pengertian Tembung Kawi
Tembung Kawi adalah istilah yang merujuk pada bahasa Jawa Kuno yang digunakan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Jawa dan Bali. Istilah “kawi” berasal dari bahasa Sanskerta “kawi” yang berarti “penyair” atau “pujangga”.
Tembung Kawi merupakan bahasa yang digunakan dalam karya sastra, prasasti, dan dokumen resmi pada masa tersebut. Bahasa ini memiliki kosakata yang luas dan kaya, serta struktur tata bahasa yang kompleks.
Contoh Tembung Kawi
- Sang Hyang Kamahayanikan
- Kakawin Ramayana
- Prasasti Canggal
- Kitab Sutasoma
- Nagarakretagama
Ciri-ciri Tembung Kawi
Tembung kawi memiliki ciri-ciri khas yang membedakannya dari bahasa Jawa modern. Ciri-ciri ini meliputi perbedaan fonologi, morfologi, sintaksis, dan kosakata.
Fonologi
Dalam aspek fonologi, tembung kawi memiliki sistem bunyi yang berbeda dengan bahasa Jawa modern. Beberapa perbedaan yang menonjol adalah:
- Tembung kawi memiliki lima vokal dasar, yaitu a, i, u, e, dan o, sedangkan bahasa Jawa modern hanya memiliki tiga vokal dasar, yaitu a, i, dan u.
- Tembung kawi memiliki konsonan retrofleks, seperti /ɖ/, /ɖh/, /ɳ/, dan /ɳh/, yang tidak ditemukan dalam bahasa Jawa modern.
- Tembung kawi memiliki sistem nada yang lebih kompleks dibandingkan bahasa Jawa modern.
Morfologi
Dalam aspek morfologi, tembung kawi memiliki beberapa ciri khas, seperti:
- Tembung kawi menggunakan banyak prefiks dan sufiks untuk membentuk kata-kata baru.
- Tembung kawi memiliki sistem pembentukan kata yang lebih kompleks dibandingkan bahasa Jawa modern.
- Tembung kawi memiliki sistem pengulangan kata yang lebih luas dibandingkan bahasa Jawa modern.
Sintaksis
Dalam aspek sintaksis, tembung kawi memiliki beberapa ciri khas, seperti:
- Tembung kawi memiliki urutan kata yang lebih fleksibel dibandingkan bahasa Jawa modern.
- Tembung kawi menggunakan banyak partikel untuk menghubungkan kata-kata dan kalimat.
- Tembung kawi memiliki sistem kalimat yang lebih kompleks dibandingkan bahasa Jawa modern.
Kosakata
Dalam aspek kosakata, tembung kawi memiliki banyak kata-kata yang berbeda dengan bahasa Jawa modern. Hal ini disebabkan oleh pengaruh bahasa Sanskerta dan bahasa Jawa Kuno pada tembung kawi.
Berikut adalah tabel perbandingan antara ciri-ciri tembung kawi dan bahasa Jawa modern:
Ciri-ciri | Tembung Kawi | Bahasa Jawa Modern |
---|---|---|
Fonologi | Lima vokal dasar, konsonan retrofleks, sistem nada yang kompleks | Tiga vokal dasar, tidak ada konsonan retrofleks, sistem nada yang lebih sederhana |
Morfologi | Banyak prefiks dan sufiks, sistem pembentukan kata yang kompleks, sistem pengulangan kata yang luas | Lebih sedikit prefiks dan sufiks, sistem pembentukan kata yang lebih sederhana, sistem pengulangan kata yang lebih terbatas |
Sintaksis | Urutan kata yang fleksibel, banyak partikel, sistem kalimat yang kompleks | Urutan kata yang lebih kaku, lebih sedikit partikel, sistem kalimat yang lebih sederhana |
Kosakata | Banyak kata yang berbeda dari bahasa Jawa modern, pengaruh bahasa Sanskerta dan bahasa Jawa Kuno | Lebih banyak kesamaan dengan bahasa Jawa modern, pengaruh bahasa Indonesia dan bahasa asing lainnya |
Penggunaan Tembung Kawi
Tembung kawi merupakan kata-kata dari bahasa Jawa Kuno yang masih digunakan dalam bahasa Jawa modern. Penggunaan tembung kawi memiliki peran penting dalam sastra dan budaya Jawa.
Dalam Sastra Jawa
Tembung kawi banyak digunakan dalam karya sastra Jawa, seperti serat, kakawin, dan tembang. Dalam serat, tembung kawi digunakan untuk memberikan kesan kuno dan khidmat. Dalam kakawin, tembung kawi digunakan sebagai bahasa pengantar yang indah dan puitis. Sementara dalam tembang, tembung kawi digunakan untuk memperkuat makna dan suasana lagu.
Dalam Budaya Jawa
Tembung kawi juga digunakan dalam berbagai aspek budaya Jawa, seperti upacara adat, seni pertunjukan, dan peribahasa. Dalam upacara adat, tembung kawi digunakan untuk memberikan kesan sakral dan menghormati leluhur. Dalam seni pertunjukan, tembung kawi digunakan untuk memperindah dan memperkaya nilai estetika.
Sementara dalam peribahasa, tembung kawi digunakan untuk menyampaikan pesan bijak dan filosofis secara ringkas dan mudah diingat.
Contoh Kalimat
Berikut beberapa contoh kalimat yang menggunakan tembung kawi:
- “Kanjeng Ratu mboten wonten dalem” (Yang Mulia Ratu tidak ada di istana)
- “Wayah dalu kula badhe mriki” (Malam hari saya akan ke sini)
- “Ingkang sampun kadulu sampun wonten” (Yang telah lalu telah ada)
Pengaruh Tembung Kawi pada Bahasa Jawa Modern
Tembung Kawi, bahasa sastra Jawa Kuno, telah memberikan pengaruh signifikan terhadap perkembangan bahasa Jawa modern. Pengaruh ini terlihat pada banyak aspek, mulai dari kosakata hingga tata bahasa.
Perubahan Kata
Salah satu pengaruh tembung kawi yang paling menonjol adalah perubahan yang terjadi pada kata-kata yang berasal dari tembung kawi. Perubahan ini meliputi:
- Perubahan bunyi: Bunyi kata dari tembung kawi sering berubah dalam bahasa Jawa modern. Misalnya, kata “pra” (bahasa Kawi) menjadi “praja” (bahasa Jawa modern).
- Penambahan atau penghilangan huruf: Beberapa huruf dalam kata dari tembung kawi mungkin ditambahkan atau dihilangkan dalam bahasa Jawa modern. Misalnya, kata “rama” (bahasa Kawi) menjadi “rama” (bahasa Jawa modern) dengan penghilangan huruf “a” di akhir kata.
- Perubahan arti: Arti beberapa kata dari tembung kawi berubah dalam bahasa Jawa modern. Misalnya, kata “putra” (bahasa Kawi) yang berarti “anak laki-laki” menjadi “putri” (bahasa Jawa modern) yang berarti “anak perempuan”.
Pelestarian Tembung Kawi
Pelestarian tembung kawi sangat penting untuk menjaga warisan budaya dan linguistik Indonesia. Upaya-upaya pelestarian telah dilakukan melalui berbagai pendekatan, termasuk dokumentasi, penelitian, dan pendidikan.
Organisasi dan Lembaga Pelestarian Tembung Kawi
- Pusat Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah
- Lembaga Bahasa Indonesia
- Balai Bahasa Jawa Timur
- Akademi Bahasa Jawa
- Lembaga Penelitian dan Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia (LPPBSI)
Akhir Kata
Tembung kawi telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan pada bahasa Jawa modern. Banyak kata-kata yang digunakan dalam bahasa Jawa sehari-hari hari ini berasal dari tembung kawi, meskipun seringkali mengalami perubahan dalam ejaan, pengucapan, dan makna. Pengaruh tembung kawi juga terlihat dalam struktur tata bahasa bahasa Jawa, seperti penggunaan partikel “ng” dan “di” yang merupakan warisan dari bahasa Jawa kuno.
Upaya pelestarian tembung kawi terus dilakukan melalui studi akademis, penerbitan karya sastra kuno, dan pengajaran bahasa Jawa di sekolah-sekolah.
Jawaban yang Berguna
Apa itu tembung kawi?
Tembung kawi adalah kosakata bahasa Jawa kuno yang digunakan dalam karya sastra, prasasti, dan dokumen sejarah dari abad ke-8 hingga ke-15 Masehi.
Apa ciri-ciri tembung kawi?
Ciri-ciri tembung kawi meliputi penggunaan kata-kata yang lebih panjang, akhiran yang lebih kompleks, dan kosakata yang lebih banyak dipengaruhi oleh bahasa Sansekerta.
Bagaimana tembung kawi digunakan dalam bahasa Jawa modern?
Banyak kata-kata dalam bahasa Jawa modern berasal dari tembung kawi, meskipun seringkali mengalami perubahan dalam ejaan, pengucapan, dan makna.
Apa upaya yang dilakukan untuk melestarikan tembung kawi?
Upaya pelestarian tembung kawi dilakukan melalui studi akademis, penerbitan karya sastra kuno, dan pengajaran bahasa Jawa di sekolah-sekolah.