Alat Musik Tifa Terbuat Dari – Alat musik dan sarana komunikasi yang dimainkan dengan daun sagu merupakan perekat keharmonisan bangsa Maluku dan juga simbol perdamaian dan harmonisasi.
Pagi itu, alunan melodi yang harmonis terdengar begitu indah dari sudut kota Ambon yang sunyi. Nada ritmis dan melodi bercampur dengan lembut namun penuh energi. Setiap ketukan seolah mengatakan sesuatu yang dilanjutkan dengan jenis instrumen melodi pentatonik. Semua keindahan suara ini berasal dari kolaborasi musik bernama Tifa Toto Buang.
Alat Musik Tifa Terbuat Dari
Tifa totombah sebenarnya berasal dari dua nama alat musik tradisional Maluku: tifa dan totoburan. Setiap alat musik memiliki fungsi yang berbeda, namun saling mendukung satu sama lain sehingga menimbulkan warna musik yang khas dan indah.
Contoh Soal Sbdp Kelas 2 Sd Mi Tema 4 Persiapan Penilaian Harian Beserta Kunci Jawaban
Keberadaan tifa dan totobuang, serta alat musik lainnya di Maluku, disebutkan oleh misionaris terkenal, naturalis dan penulis Francois Valentijn dalam Oud en Nieuw Oost Indien, yang diterbitkan dalam beberapa jilid pada abad ke-18.
Tifa adalah alat musik tradisional khas Indonesia bagian timur dan banyak terdapat di Maluku dan Papua. Menurut Margaret J. Kartomi dalam “Is Maluku Still Musicological terra incognita? Tinjauan Budaya-Musik di Provinsi Maluku” dalam Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 25 No. 1 Maret 1994 di Maluku, tifa memiliki nama lain seperti tihato dan tihal di Maluku tengah, tibal (Fordate dan Tanimbar) dan tiir (Aru). Bentuknya berbeda-beda sesuai dengan daerah asalnya. Tapi umumnya bulat. Badan rangka terbuat dari kayu yang dilapisi rotan sebagai pengikat, dan tongkat terbuat dari kulit kambing atau rusa.
Tifa dimainkan dengan alat pemukul yang terbuat dari gaba-gaba (daun sagu) dan tangan. Valentijn menyatakan tifa digunakan sebagai alat musik dan alat komunikasi masyarakat Maluku. Digantungkan di pintu rumah atau mesjid untuk memanggil orang berkumpul di baileo (rumah adat Maluku) atau untuk memanggil tifa marinyo atau untuk memberitahukan kematian (tifa orang mati). Selain itu, tifa digunakan untuk mengiringi lagu dan tarian daerah. Belakangan, tifa juga digunakan untuk mengumumkan kedatangan perahu ikan atau untuk menyemangati para pendayung dalam lomba perahu tradisional Arumbae Manggurebe (Belang).
Tifa terdiri dari beberapa jenis seperti tifa jekir, tifafunda, tifa in piece, tifa in jekir in piece dan tifa bas. Tifa yang berbeda ini bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan suara yang dihasilkannya. Misalnya bassa tifa mengiringi musik totoburan, sedangkan tifa dalam potongan-potongan memainkan ritme sinkopasi (penekanan pada nada-nada dengan ketukan lemah).
Macam Macam Alat Musik Ritmis Beserta Penjelasannya Yang Perlu Diketahui
Sedangkan totombah adalah alat musik melodi yang memiliki nada dan bentuk yang mengingatkan pada gamelan Jawa. Alat musik ini memang berasal dari Jawa, seperti namanya. Buang ini berasal dari kata “tabuh” yang artinya menabuh atau memainkan gamelan. Bentuk fisiknya sama dengan bonang pada gamelan Jawa.
Totobuang menjadi terkenal bersamaan dengan masuknya Islam di Maluku pada abad ke-15. Alat musik berupa gong dengan berbagai ukuran ini dibawa sebagai oleh-oleh atau souvenir acara angkat pela. Pada tahun 1724, Valentijn melaporkan keberadaan totoboom yang terdiri dari lima atau enam gong kecil dalam bingkai kayu dan dipukul dengan sepasang tongkat. Seiring berjalannya waktu, jumlah gong yang ada di totoburan semakin bertambah.
Totombah terdiri dari beberapa gong kecil dalam beberapa ukuran dengan nada yang berbeda. Itu bisa terdiri dari sembilan, 12, 14 atau 18 gong kecil yang disusun dalam dua kolom dan diletakkan di atas bingkai kayu. Menurut Christian Izaac Tamael dalam disertasinya yang berjudul “Contextualizing Music in the Maluku Church” di Vrije Universiteit Amsterdam pada 2015, desa Kristen di Maluku biasanya menggunakan 12 atau 14 gong, sedangkan desa Muslim biasanya memiliki lima, enam, atau sembilan gong. Alat ini digunakan untuk hiburan atau untuk menyambut tamu. Beberapa jemaat Kristen di Maluku menggunakan totoburan dalam beribadah.
Dalam perkembangannya, Buang ini tidak hanya terbuat dari tembaga, tetapi juga dari kayu atau logam lainnya. Tak heran jika ada pelempar kaleng yang terbuat dari sarden kalengan atau pelempar pelempar ini terbuat dari tabung lampu gas. Hal itu dilakukan untuk mengatasi kesulitan mendapatkan totobuang yang biasa didatangkan dari Jawa.
Alat Musik Tradisional
Toto Buang dimainkan dengan cara memukul dua batang kayu. Saat memainkan alat musik ini, tidak semua not berbunyi dengan dinamika yang sama. Ada yang lambat, ada yang kuat. Totobuang sering digunakan dalam berbagai ritual keagamaan dan adat serta hiburan bagi masyarakat Ambon. Misalnya untuk menemani kedua mempelai.
Meskipun tifa dan totobuang adalah dua alat musik yang berbeda, namun ketika keduanya bersatu akan menghasilkan perpaduan yang manis dan indah untuk didengar. Dalam tradisi masyarakat Maluku, tifa biasa dimainkan dengan toto Buang. Karena itulah kerjasama ini dinamakan Tifa Toto Buang. Orang awam juga beranggapan bahwa tifa totobuang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari alat musik.
Tifa totombah biasanya digunakan dalam acara adat, hiburan atau saat penyambutan tamu. Pasca kerusuhan Ambon pada awal tahun 2000-an, masyarakat Maluku menyandingkan tifa totoburan dengan kesenian lain yang bernuansa Islam dan Melayu yang kental, yaitu tari sawat. Tari Maluku ini merupakan warisan budaya para saudagar Arab yang pernah berdagang di Al-Mulk atau Semenanjung Maluku.
“Tifa totoburan dimainkan dengan keras, dipadu dengan rebana sawat yang menggema dan kehadiran yang mengharukan,” kata Jacky Manuputty, pendeta Gereja Protestan di Maluku, dalam buku Carita Orang Basudara: Kisah Damai dari Maluku, yang juga dia sunting.
Gambar Alat Musik Tradisional Guoto
Penyatuan kedua kesenian ini menjadi perekat kerukunan bangsa Maluku dan juga simbol perdamaian dan harmonisasi masyarakat Maluku yang majemuk. Kesenian memang merupakan bahasa universal yang menyampaikan berbagai pesan positif *Masyarakat Maluku khususnya Ambon dikenal sebagai masyarakat musikal. Musik menjadi pusat kehidupan mereka. Banyak sekali kegiatan yang diiringi musik, termasuk pemikiran atau filosofi hidup yang dipengaruhi oleh musik.
Dalam konteks ini, tifa merupakan salah satu alat musik yang menjadi identitas budaya bangsa Maluku. Alat musik ini juga sangat kental dengan identitas masyarakat Papua.
Bagi Maluku, tifa erat kaitannya dengan cerita asal usul leluhur masyarakat Maluku yang kemudian melahirkan filosofi Siwa Lim. Dikisahkan ada tiga bersaudara yang tinggal di pulau Seram, yaitu Ulisiwa, Ulilima dan Uliassa.
Uliassa memutuskan pindah, sedangkan Ulisiwa dan Ulilima menetap di Seram, yang kemudian melahirkan keturunan di Maluku hingga saat ini. Mereka menyebut Pata Shiva untuk keturunan Ulisiwa dan Pata Lima untuk keturunan Ulilima.
Musik Tradisional; Kriteria Ambon Menjadi Kota Musik Dunia
Keharmonisan Pat Shiv dan Pat Lim kemudian menjadi falsafah hidup masyarakat Maluku. Siwa Lima adalah sebuah filosofi yang maknanya, meskipun berbeda, pada hakikatnya adalah satu manusia.
Filosofi ini juga dapat diartikan bahwa meskipun tingkah laku, identitas, orientasi politik, bahasa atau latar belakang pendidikan mungkin berbeda, namun manusia harus tetap bersatu. Bersatu dalam hal apa? Yakni, bersatu dalam tujuan hidup untuk membangun kebaikan.
Penjaga adat Negeri Haruku, Pulau Haruku, Maluku Tengah, Maluku, menggelar upacara pembukaan sasi lompa, Jumat (28/09/2018). Tifa dan Tahuri sering dimainkan pada acara-acara seremonial di negeri adat, pemerintahan dan upacara keagamaan di Maluku.
Pengurus Adat Negeri Haruku, Pulau Haruku, Maluku Tengah, Maluku, meluncurkan upacara sasi lompa pada Jumat (28/09/2018). Menurut tradisi, alat musik Tahuri dimainkan untuk memulai upacara
Bagaimana Cara Memainkan Alat Musik Tifa Tradisional
Anggota Sanggar Seni Wairanang, Soya, Ambon, berlatih di halaman sanggar sebelum tampil di acara Gereja Protestan Maluku, Kamis (27/9/2018). Mereka memainkan drum dan rebana.
Anggota Sanggar Seni Wairanang, Soya, Ambon, berlatih di halaman sanggar sebelum tampil di acara Gereja Protestan Maluku, Kamis (27/09/2018). Selain memainkan tifu, mereka juga memainkan rebana dan totoboom.
Jika dirinci lagi, seperti dijelaskan antropolog berdarah Maluku, Hatib Abdul Kadir, lima mengacu pada bagian tubuh manusia, yakni 2 kaki, 2 tangan, dan 1 kepala. Meskipun ada lima anggota badan, mereka membentuk satu kesatuan.
Adapun Siwa (sembilan) berarti dua orang yang masing-masing memiliki 2 tangan, 2 kaki tetapi 1 kepala. Artinya walaupun kedua orang ini berbeda tingkah laku dan penampilannya, namun mereka tetap “satu kepala”, mereka memiliki tujuan yang sama yaitu tujuan kebaikan.
Tifa: Simbol Budaya Dan Warisan Papua
Hal ini juga tercermin dalam kesenian seperti tari Gaba-gaba. Tarian ini dibawakan oleh seorang penari dasar diiringi oleh lima penari lainnya pembawa acara gala (mewakili lima unsur), ada juga sembilan cakalele yang mengiringi (mewakili sembilan unsur).
Di latar belakang tarian ini adalah musik tifa sebagai pengatur irama dan gerak. “Tifa menjadi dinamika hubungan Siwa dan Lima,” kata Kadir.
Dalam perkembangannya, Siwa identik dengan kelompok Nasrani, sedangkan Lima dengan kelompok Islam. Tifa seperti semacam ganjalan di tengah kelompok ini (
Dalam permainan tifa, perkusi dilakukan dengan reaksi timbal balik, reaksi timbal balik. Hal ini tercermin dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Maluku yang mengedepankan toleransi. Ketika kelompok Islam membangun masjid, kelompok Kristen membantu. Di sisi lain.
Alat Musik Tradisional Indonesia Yang Dikenal Dunia
Ikatan persaudaraan yang kuat dalam budaya bangsa Maluku ini dilandasi oleh filosofi Pela Gandong. Pela artinya persaudaraan yang tumbuh melalui sikap gotong royong.
Persaudaraan juga dipupuk melalui praktik kemanusiaan. Misalnya, ketika suatu desa atau negara dilanda bencana atau kesulitan, negara lain dengan sigap membantu. Mereka kemudian terikat atas nama kemanusiaan di pele.
Istilah gandong mengacu pada persaudaraan berdasarkan darah atau aliran biologis. Ada banyak saudara kandung yang berbeda agama di Maluku. Namun mereka tetap rukun dan hidup damai karena persaudaraan lebih penting dari apapun, bahkan agama.
“Pela Gandong adalah pemandu kami di masyarakat,” kata Willem Joseph, seorang guru yang juga menjadi panitia pembangunan Gereja Imanuel Galala Hative Kecil (Gatik) di Ambon, Maluku.
Tifa Papua, Nada Ritmik Khas Bumi Papua
Gereja ini dibangun kembali dengan bantuan tenaga dan material dari berbagai kalangan, khususnya warga Negeri Hitulama, Hitumessing. Tentu warga Galala dan Hative Kecil turut serta di sana.
Negeri Hitulama adalah Pela Negeri Galala sedangkan Hitumessing juga Pela Negeri Hative Kecil. Hitulama dan Hitumessing adalah dua negara yang warganya beragama Islam, sedangkan Hative Kecil dan Galala beragama Kristen. Ikatan Pela memungkinkan mereka untuk bergaul dalam pekerjaan sosial, seperti membangun gereja.
Sejumlah anak usia sekolah dasar dan menengah berlatih permainan tifu pada Sabtu (29/9/2018) di Sanggar Booyratan, Ambon, Maluku.
Sejumlah anak sekolah dasar dan menengah berlatih memainkan beberapa lagu dengan terompet tahu, tifa dan totoboom di Booyratan Studio, Ambon, Maluku, Sabtu (29/9/2018).
Alat Musik Tifa
Jika ditarik dalam konteks filosofi tifa, maka hal itu sesuai dengan ungkapan tersebut