Barisan Musik Diciptakan Oleh – Track note lagu Kabile Bile dan not musik Kabile Bile disertai dengan chord dan audio untuk mendengarkan melodi lagu tersebut.
Lagu Kabile Bile merupakan lagu daerah dari Sumatera Selatan yang digubah oleh H. Korie Ali (sumber Youtube). Sementara itu, saya tidak menemukan pencipta lagu tersebut dalam lembaran musik di website/blog.
Barisan Musik Diciptakan Oleh
Notasi untuk lagu Kabile Bile di bawah mengikuti video di YouTube. Oleh karena itu, jika notasi angka atau blok disini berbeda dengan notasi yang ada di website/blog mohon dimaklumi. Mungkin itu notasi asli di website/blog. Namun dari 3 video yang saya lihat, tidak ada satupun catatan yang sama dengan yang ada di website/blog.
Duduk Bersama 6, Meretas Batas Di Era Live Streaming
Selain itu liriknya juga sedikit berbeda, saya juga mengambil liriknya di youtube. Mohon dimaklumi jika ada salah kata atau lirik yang salah dalam lagu ini.
Bagi anak sekolah yang membutuhkan nilai di atas, beritahu saya melalui kontak di bawah, saya akan mengirimkan notasi nomor melalui email.
Jika ada typo atau salah ketik mohon dimaklumi. Ini karena bahasa daerah sulit untuk orang awam.
Catatan musik tidak termasuk, jika Anda memerlukan catatan musik, silakan tanyakan melalui formulir kontak. Skor bagus tidak diunggah karena sulit memuat halaman.
Jenis Genre Musik Populer Di Indonesia
Bukan nomor lagu Kabile Bile C = Do, Bukan nomor lagu Kabile Bile pianika, Bukan nomor lagu Kabile Bile recorder, Bukan lagu Kabile Bile, Bukan balok lagu Kabile Bile, Chords dari menyanyikan Kabile Bile Rainbows, betapa cantiknya dirimu. Merah, kuning, hijau di langit biru. Siapa pelukis hebatmu. Pelangi, pelangi ciptaan Tuhan.
Rasa syukur yang begitu dalam tertuang dalam lirik lagu-lagu yang kerap dinyanyikan anak-anak ini. Mengajak setiap orang yang bernyanyi atau mendengarkan untuk mensyukuri keindahan alam yang diciptakan Tuhan.
Sebenarnya lirik lagu ini secara tidak sengaja datang dari Masagus Abdullah Mahmud atau yang lebih dikenal dengan AT Mahmud. Kalimat dalam ayat ini muncul saat Mahmud membawa anaknya, Roike, ke sekolah Taman Kanak-Kanak (TK).
Tiba-tiba pelangi muncul di langit biru di jalan. Secara tidak sengaja, anaknya meneriakkan kata ‘pelangi’ sambil menunjuk ke langit.
Annisa Rizkiana Rahmasari
Teriakan anak laki-laki itu terus terngiang di benaknya. Pria kelahiran Palembang, 2 Februari 1930 ini mulai berpikir untuk membuat lirik lagu dari kata pelangi.
Sesampainya di rumah, Mahmud langsung mencari alat tulis dan memikirkan kata-kata yang tepat untuk lirik lagu ini. Kemudian dia mengambil gitar untuk membuat lagu.
Lagu berjudul ‘Pelangi pelangi’ itu hanya terdiri dari 18 kata. Dikomposisikan dengan apik dalam satu bait lagu. sajak sederhana. Pengaturan diikuti. Tapi, musik yang dihasilkan terdengar indah.
Lirik dalam lagu ‘Pelangi-Pelangi’ penuh keceriaan. Menggambarkan harapan Mahmud agar setiap anak selalu bahagia, apalagi melihat karya Tuhan sebagai pelangi.
Jelajah Desa Kole Sawangan Tana Toraja Miliki Rumah Adat Tertua Yang Dibangun Tahun 1200
Ia mengaku sangat ingin melihat anak-anaknya selalu bahagia. Ini karena Mahmud sangat menyukai anak-anak. Karena kecintaannya itu, ia menciptakan sedikitnya 500 lagu anak-anak.
Lirik yang tertulis di setiap lagu, ia buat dengan sederhana. Mahmud mengetahui bahwa anak-anak masih memiliki keterbatasan pengetahuan dan pemahaman. Namun menurutnya, setiap lagu harus tetap bermakna dan mudah diingat. Begitu dia menetapkan standar setiap kali dia membuat lagu untuk anak-anak.
Mahmud lahir dengan nama Masagus Abdullah Mahmud. Putra kelima dari 10 bersaudara dari Masagus Mahmud dan Masayu Aisyah di Kampung 5 Ulu Kedukan Anyar. Di masa kecil, ia tidak langsung diasuh oleh ibunya. Dia diasuh oleh neneknya yang tinggal bersama orang tua Mahmud.
Selama di Palembang, ia dan keluarga besarnya pindah rumah sebanyak tiga kali. Hal itu terjadi karena kantor ayahnya berada di seberang Sungai Musi. Alasan lainnya, Mahmud dan adik-adiknya tidak jauh dari sekolah.
Sejarah Hidup At Mahmud, Dia Yang Mengambilkan Bulan Buat Anak Anak
Julukan Totong muncul saat Mahmud masih balita. Selama itu ibunya menggendongnya, Mahmud sering mengucapkan kata lidah atau lidah. Ibunya mendengar namanya sebagai Totong. Itu sebabnya dia dipanggil Totong.
Sebagai anak ‘desa’, dia bahagia dengan keluarga dan teman-temannya. Totong banyak melakukan aktivitas outdoor seperti berenang di Sungai Musi, memanjat pohon dan bermain kembang api.
Kemudian orang tuanya mendaftarkan Mahmud untuk belajar di Sekolah Rakyat di Sembilan Ilir, Palembang. Setahun kemudian, pada usia tujuh tahun, ia pindah ke Hollandse Indische School (HIS) 24 Ilir.
Selama belajar di HIS, Mahmud mendapat pelajaran musik dari seorang guru Belanda. Mahmud terkesan dengan cara guru mengajar. Jadi dia suka belajar musik.
Modul Project P5 Kearifan Lokal 2022
Guru di sekolah itu mengganti penunjukan nada dengan kata yang mudah diingat siswanya. Misalnya urutan nada dari rendah ke tinggi diganti dengan kata ‘do-dol-ga-rut-e-nak-ni-an’. Demikian juga penurunan nada dari nada tinggi ke nada rendah. Guru mengubahnya menjadi ‘e-nak-ni-an-do-dol-ga-rut’.
Setelah siswa memahami tangga nada dengan cara ini, do-re-mi-fa-sol-la-si-do digunakan. Belajar menyanyi diikuti dengan solmisasi seperti yang biasa digunakan.
Mahmud rajin belajar musik. Tak hanya menyanyi, ia juga belajar menguasai alat musik. Ia mencoba menguasai gitar, serta beberapa alat musik lainnya. Jadi dia mudah untuk bernyanyi.
Pada masa peralihan pemerintahan Hindia Belanda tahun 1942, Mahmud duduk di bangku kelas V HIS. Ayahnya meminta Mahmud untuk mengikutinya ke Muaraenim dari Palembang. Di tempat baru ia belajar di bekas HIS setempat yang kemudian berganti nama menjadi Kanzen Syogakko.
At Mahmud, Maestro Pencipta Lagu Anak
Dia bertemu dan mengenal Ishak Mahmuddin, pemain saksofon dari orkestra musik ‘Ming’. Orkes ini cukup terkenal di Muaraenim, Palembang.
Melalui Ishak, Mahmud belajar menguasai gitar sehingga mengenal baik alat musik gesek ini. Bisa ditebak, sang guru mengajaknya bergabung dengan orkestra musik Ming. Orkestra musik ini sering tampil di berbagai perayaan di Palembang, seperti pernikahan, khitanan, dan perayaan lainnya.
Keinginan Mahmud untuk belajar di Sekolah Nasional Indonesia di Kayu Tanam, Sumatera Barat, bergejolak. Bukan tanpa alasan dia ingin pergi ke sekolah itu. Tidak lain adalah, karena sekolah tersebut memiliki bidang pendidikan musik.
Setelah lulus SD pada tahun 1944, Mahmud berhenti sekolah. Ia melanjutkan studinya di Mizoeho Gakoe-en di Palembang. Mahmud masuk asrama dan mendapat pelatihan militer. Dia tidak lagi mendengar musik.
Meeting Room Dan Bebas Bermusik Sukses Digelar
Selama di asrama dan di sekolah, ia bertemu dengan Emil Salim yang menjadi sahabat karibnya. Sayangnya, pendidikan tersebut tidak selesai tepat waktu, karena tanda-tanda kekalahan Jepang semakin terasa.
Setelah lulus dari sekolah itu, ia ditugaskan ke berbagai kantor dan perusahaan Jepang sebagai juru bahasa. Lokasi kantor berada di luar kota Palembang.
Ketika Jepang menyatakan menyerah kepada sekutu, pada tahun 1945, Mahmud diminta ayahnya untuk kembali ke Tebingtinggi. Ayahnya bertugas sebagai wedana di bagian majelis kawedanan Musi Ulu, Rawas dan Tebing Tinggi.
Saat itu Mahmud diminta bekerja di kantor kawedanan sebagai juru ketik. Meski Mahmud tidak bisa melanjutkan pendidikannya, ia tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk berlatih menulis puisi. Pada 1 Februari 1946, ia baru melanjutkan ke sekolah menengah atas (setingkat SMP) dan bertemu kembali dengan Emil Salim.
Musik Indonesia 1997
Kemudian pada bulan Maret 1946, gelombang kedua pasukan sekutu mendarat di kota Palembang bersama tentara Belanda yang tergabung dalam NICA. Meski ada shooting, kegiatan belajar tidak berhenti. Mahmud dan teman-temannya pun memanfaatkan waktu untuk bersantai dan bermusik bersama teman-temannya.
Menjelang agresi militer Belanda yang pertama, Mahmud ditugaskan membantu pemberantasan buta huruf di Prabumulih. Saat itu fasilitas yang ada sangat minim. Kemudian, saat agresi terjadi, Mahmud meninggalkan Prabumulih menuju Lahat karena tidak aman. Setelah itu ia pindah ke Tebingtinggi untuk berkumpul dengan keluarganya.
Ketika Mahmud mengetahui bahwa teman-teman dan pejuangnya berjuang keras melawan Belanda, Mahmud menentang larangan keluarga dan berangkat ke Lubuklinggau. Dia pergi bersama Ishak dan rombongan dari Muaraenim.
Mahmud bergabung dengan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, Sub Komanda Sumtra Selatan (Subkoss) pada September 1947. Ia ditugaskan membuat poster dan ilustrasi bertema semangat perjuangan. Sedangkan sekolah di SMA setempat.
Majalah Literasi Edisi Viii
Ketika Tebingtinggi dikuasai Belanda, dikhawatirkan Lubuklinggau juga akan jatuh ke tangan Belanda. Itulah sebabnya para penghuni asrama Lubuklinggau pergi ke kota yang belum dikuasai Belanda. Dalam perjalanannya, Mahmud sering menyanyikan lagu-lagu semangat dan menulis lagu saat istirahat.
Setibanya rombongan di Muara Aman, Mahmud dan beberapa rekannya diberi tugas menyelenggarakan Radio Republik Indonesia – Suara Indonesia Merdeka. Dia dan Ishak ditunjuk untuk menyanyikan lagu pertempuran untuk semua pasukan di semua medan perang di Sumatera Selatan.
Akhir tahun 1949, Mahmud kembali ke Tebing Tinggi menemui keluarganya dan kemudian ke Palembang. Dia meninggalkan tentara dan kembali ke sekolah.
Pada 16 Agustus 1950, Mahmud lulus ujian akhir untuk tingkat pertama SMA. Namun, ia tidak segera melanjutkan studinya karena keterbatasan dana. Ketika ada informasi di Palembang ada sekolah guru bagian A (SGA) dengan tunjangan pendidikan selama tiga tahun, ia tak segan-segan mendaftar.
Ketahui Perbedaan Musik Tradisional Dan Modern!
Tiga tahun kemudian, ia lulus dan ditempatkan di Tanjungpinang, Riau menjadi guru SGB. Hidupnya membaik karena mendapat gaji dalam bentuk dolar sebagai guru olahraga. Ia bertemu dengan seorang guru bahasa Inggris SMP Negeri, Mulyani Sumarman, yang kemudian menjadi istrinya.
Tahun 1956 pindah ke Jakarta dan menjadi guru di SGB V Kebayoran Baru. Dia juga mendaftar di B I Jurusan Bahasa Inggris. Ia pun membawa Mulyani pindah ke Jakarta setelah menikah pada 2 Februari 1956. Mulyani ditempatkan di SMP 11 Kebayoran Baru.
Tiga anak lahir dari pasangan ini. Ruri Mahmud, Rika Vitriani dan Revina Ayu. Sekitar tahun 1958, keluarga ini tinggal di sebuah rumah pribadi di Kebayoran Baru.
Setelah lulus B I dalam bahasa Inggris pada tahun 1959, ia pindah mengajar di SGA Jalan Setiabudi, Jakarta Selatan. Pada awal tahun 1962 ia ditugaskan untuk belajar selama setahun di University of Sydney, Australia. Sekembalinya, ia masuk Fakultas Keguruan Pendidikan Jakarta dan dipindahkan ke Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak (SGTK) di Jalan Halimun, Jakarta Selatan.
Majalah Dianns Edisi 58 By Dianns_media
Agar dekat dengan sekolah, Mahmud dan keluarganya pindah ke kawasan Tebet, Jakarta Selatan pada tahun 1964. Pada saat yang sama, ia menyelesaikan Sarjana Ilmu Keguruan dan Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Tapi, dia tidak melanjutkan.
Mahmud meninggalkan fakultas. Ia memilih belajar musik di SGTK. Selama SGTK