Beberapa Karya Music Kontemporer Dari Harry Roesli Adalah – Nama-nama besar di industri kreatif lokal seperti P-Project, Iwan Fals, Budi Dalton dipengaruhi komunitas asuh musisi Bandung Garry Roesli. Mengapa tokoh anti Orde Baru ini begitu tidak dikenal anak muda saat ini?
Lama Hari Pochang terdiam saat ditanya apa yang paling dia rindukan dari sahabat sekaligus rekan segrupnya Harry Roesli di era 70-an itu. Tatapannya mengembara, mengumpulkan kenangan sentimental yang tak terhitung banyaknya. “Harry adalah teman yang tak tergantikan,” kata Pochang dengan suara bergetar. Tidak ada yang mengenal Harry kecuali Pochang. Mereka telah berteman sejak remaja, mereka tumbuh dengan kenakalan remaja yang biasa dan akhirnya memutuskan untuk berlatih di bawah satu panji: rock and roll.
Beberapa Karya Music Kontemporer Dari Harry Roesli Adalah
Hubungan pribadi inilah yang membuat keduanya lebih bersaudara daripada teman dekat dalam jangka waktu yang lama. Ketika Harry meninggal pada akhir 2004, Pochang terguncang.
Album Ken Arok Harry Roesli Dicetak Ulang
Saat pemakaman yang digelar di Bogor, Pochang memberikan penghormatan terakhir kepada sahabatnya itu. Marah, dia mengambil harmonikanya dan memainkannya di dekat makam Harry sebagai bukti bahwa dia telah melepaskan sahabatnya itu. Namun, pertahanan Pochan tetap utuh; air mata mengalir di wajahnya. “Itu adalah pengalaman yang sangat emosional bagi saya.” Pochang bertemu Harry ketika mereka berdua bersekolah di SMA Batu Karang (Bandung) dan lulus. Di sekolah, keduanya menjadi kecanduan musik, terutama musik yang dimainkan oleh The Beatles dan Rolling Stones. “Itu seperti anak muda saat itu. Itu seperti The Beatles, kalau bukan Rolling Stones. Itu standar,” kenang Pochang, ditemui di White Room di Bandung. Namun, menurut Pochang, kecintaan Harry pada musik tidak terlalu disetujui oleh keluarganya. Orang tua Harry tidak ingin putra mereka banyak bermain musik, khawatir hobinya akan mengganggu pendidikannya. Kebanyakan anak muda dengan jiwa petualang, Harry Mbalelo. Bersama Pochang, ia melanjutkan karir musiknya dengan rutin mengisi acara pindah rumah dan pesta ulang tahun. “Ketika ibu Harry pergi ke Jakarta pada akhir pekan, kami tinggal di rumah di Supratman [di Jalan] dan bermain musik siang dan malam,” tambah Pochang, yang masih terlihat seperti bintang rock tahun 70-an; rambut panjang, kemeja denim, rokok yang kuat.
Selepas SMA, Harry melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi Bandung (ITB). Di perguruan tinggi, Harry lebih tertarik pada musik. Tautan juga diperluas. Dia meninggalkan The Beatles dan Rolling Stones dan beralih ke musik hard rock, seperti yang sering dilakukan oleh Gentle Giant dan Frank Zappa. Pada saat yang sama, Harry juga mendengarkan karya komposer avant-garde terkemuka John Cage. Menurut Pochang, referensi musik tersebut berasal dari berbagai sumber, seperti majalah Actuil, toko rekaman Hidayat yang terletak di Jalan Sumatera, dan radio-radio ilegal yang kerap memperkenalkan musik-musik baru.
Kecintaannya pada musik kemudian diteruskan kepada Harry, membentuk grup bernama Harry Roesley and the Gang beranggotakan Pochang, Indra Rivai, Albert Warnein, Janto Soejono dan Dadang Latiev. Proyek ini awalnya hanya untuk bersenang-senang. Namun, ketika mereka memutuskan untuk merilis album, itu menjadi proyek yang serius. “Awalnya hanya gitar. Tapi kemudian menjadi serius,” kata Pochang. Proses kreatif pembuatan album melibatkan banyak teknik. Dari piknik di Lembang hingga macet malam. Pada tahun 1973, album debut “Philosophy Gang” berhasil dirilis. Album tersebut berisi tujuh komposisi, lima oleh Harry dan sisanya oleh Albert. Di Philosophy Gang, kita bisa mendengar betapa jagonya Harry memadukan berbagai warna musik, seperti rock, blues, funk, dan jazz. Anda dapat mendengarnya melalui lagu-lagu seperti “Don’t Talk About Freedom”, yang memiliki berbagai penampilan solo yang mematikan yang berlangsung hampir sembilan menit, atau “Peacock Dog”, yang beralih antara rock dan bossanova dengan sangat melamun.
Philosophia Gang mendapat respon positif dari pendengar musik sebagai album debut mereka. Harry dan kawan-kawan bahkan diundang ke Summer 28 Festival pada Agustus 1973, sebuah konser musik Woodstock berskala besar yang diadakan di Jakarta, Pasar Minggu, Ragunan.
Selamat Jalan Kang Harry
Pochang menyadari bahwa masa-masa itu dinamis, terutama bagi kaum muda. Rezim Suharto baru berkuasa selama sepuluh tahun saat itu, dan itu memungkinkan budaya populer Barat yang sebelumnya dilarang oleh Sukarno. Itu adalah upaya Orde Baru untuk mendekatkan diri dengan negara asing. Terbukanya keran budaya asing membuat anak muda di kota besar seperti Jakarta, Bandung atau Surabaya lebih bebas memainkan musik rock. Di era kesetaraan, ketika para pemuda terpelajar memanfaatkan kebebasan kecil ini dan mulai menolak proyek-proyek pemerintah, Orde Baru menunjukkan sifat tiraninya. Para pejabat sangat ingin mengambil tindakan untuk mengendalikan masyarakat. Anak muda yang berumur panjang dan terlalu “merdeka” tak jauh dari sasaran struktur kekuasaan, termasuk orang berambut panjang. Pelajar yang kritis terhadap pemerintah diyakini telah memicu epidemi malaria 1974 dalam unjuk rasa investasi anti-Jepang juga diinginkan. Harry Roesli dan kawan-kawan masuk dalam “daftar pencarian” bersama para musisi dan tokoh mahasiswa lainnya di Bandung. Bandung adalah rumah bagi banyak kritikus muda Orde Baru hingga pertengahan 1970-an. Mereka terlibat aktif dalam gerakan menolak proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada tahun 1972, sebelum demo massa mahasiswa ITB berujung pada keputusan pemerintah untuk menormalisasi kehidupan kampus, istilah lain dari pengambilalihan paksa perguruan tinggi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mencegah mahasiswa terlibat dalam politik.
“Suatu ketika saat kembali dari Lembang, kami bersembunyi di bagasi mobil agar tidak tertangkap aparat,” jelas Pochang sambil tertawa. “Teman-teman saya dari rombongan Rolly juga melintasi pegunungan untuk turun ke Bandung agar tidak tertangkap aparat.” Ketika sifat rezim menjadi semakin represif, Harry dan Pochang menabuh genderang perlawanan. Bersama pemuda-pemuda lain di Bandung pada tahun 1970-an, mereka tidak mau diatur oleh norma-norma tunduk pada Orde Baru yang militeristik. “Jadi Bandung waktu itu penuh dengan revolusi dan euforia, seperti Generasi Bung San Fransisco atau gerakan hippie-nya,” kata Pochang. Artis Harry dan teman Harry Gerry Deem berkata, “Dengan penampilan Ken Arok, Harry ingin menuntut [Buku] Paraton.” , saat ditemui di kediamannya di Kopo, Bandung. “Parathon, benar, itu semacam semi-mistis dan sakral. Tapi untuk Harry [dalam buku], ada banyak penipuan yang terjadi.” Dua tahun setelah Philosophy Gang dirilis dan tiga tahun sebelum berangkat ke Belanda untuk mengejar gelar master di bidang musik, Harry memproduksi opera rock berjudul Ken Arok. pertunjukan tersebut konon terinspirasi oleh Jesus Christ Superstar (1970) karya Andrew Lloyd Webber dan karya Orexa (Organisasi Seks Bebas) yang dipimpin oleh Remy Silado.
“Harry sangat menghormati Remy dan dia sangat mengagumi Orexa,” kata Dim. Harry ingin melakukannya.” Penampilan pertama Ken Arok adalah pada bulan April 1975 di Gedung Merdeka, Bandung dan dilanjutkan di Jakarta beberapa bulan kemudian. Akademisi Adam D. Tyson menulis dalam Hotspot: Harry Roesli, Music, and Politics in Bandung, yang diterbitkan Program Asia Tenggara Universitas Cornell (2011), bahwa Ken Arok menjadi berita utama di media dan mendapat banyak perhatian. masyarakat. Alasannya sederhana: apa yang dilakukan Harry Roesli dengan Ken Arock saat itu relatif baru.
Penampilan Ken Arok bukan sembarang pertunjukan. Tyson menjelaskan bahwa dia membuka pertunjukan dengan badut gila memberikan instruksi cara bermain opera. Kemudian Harry bergabung sebagai musisi, penari dan konduktor. Sesaat sebelumnya, denting koin dan lonceng Cina di panggung yang gelap menandakan awal dari pengalaman musik. “Tiba-tiba, sebuah kain raksasa terlepas dari langit-langit dan menggantung di atas kepala penonton, dengan sengaja menyerbu ruang pribadi mereka,” kenang Tyson. Apa yang terjadi selanjutnya mungkin yang paling brutal. Gema dan distorsi dari sound system 4.000 watt memenuhi seluruh ruangan, membuat penonton frustrasi dan bingung.
Pengertian Musik Kontemporer
Meskipun ada beberapa elemen yang terasa mengerikan, pementasan Ken Arok secara kocak dan sering disatukan oleh Harry. Temanya tak jauh dari penipuan pemerintah Orde Baru yang korup dan manipulatif. Melalui Ken Arok, Harry ingin menggugat rezim; kekuatan itu dengan mudah berubah menjadi ambisi untuk menjadi kaya. Hal keren lainnya dari Ken Arok terletak pada jurusan musiknya. Harry meminta seluruh kru panggung yang terdiri dari selusin orang terus-menerus “mencampur” instrumen tradisional Sunda mereka dengan warna musik Barat seperti rock atau blues. Maka, Harry ingin mendorong para musisi muda untuk berinovasi dan berusaha lebih cepat dari zamannya. Tidak ada konflik. Metode Harry dikritik oleh beberapa mantan gurunya di Bandung Karawitan Conservatory, seperti Machjar Angga Kusumadinatha, sebagai kombinasi dua elemen yang tidak tepat dan tidak harmonis. Namun, Harry tidak peduli. Ia tetap bertekad: mencoba memadukan bunyi tradisional dan modern, seperti yang dilakukannya melalui proyek Ken Arok, akan memperluas penikmat gamelan Sunda, terutama di kalangan anak muda. Namun, terlepas dari pro dan kontranya, Ken Arok merupakan salah satu karya terbaik Harry Roesli yang kemudian diakui sebagai warisan budaya modern karya seniman Indonesia. Setelah penampilan Ken Arok, pengejaran kreatif Harry menjadi semakin tak terbendung. Dalam dua tahun berturut-turut, 1976 dan 1977, ia merilis sepasang album, Titik Api dan Opera Ken Arok, yang kemudian membentuk trilogi bersama Philosophy Gang.
Secara musikal, Harry Ken memasukkan suara tradisional Sunda, metode yang digunakan untuk membuat Arok. Hal ini misalnya terlihat pada album Titik Api yang menurut banyak pengamat memiliki rasa perpaduan unsur Timur dan Barat yang sangat kental. Dieter Mack, seorang teman dekat dan profesor teori musik di University of Music di Freiburg, Jerman, tidak setuju dengan argumen “penyatuan”. Menurut Dieter, Harry membuat musik melalui Spots of Fire
Karya music, karya kaligrafi kontemporer, harry roesli, lagu harry roesli, harry roesli mp3, the gang of harry roesli, music kontemporer, rumah musik harry roesli, contoh karya seni rupa kontemporer, puisi kontemporer karya sutardji calzoum bachri, karya seni kontemporer, karya kontemporer