Pergelaran Musik Tradisional Pada Upacara Sekaten Merupakan Fungsi Musik Sebagai – Sekaten (Hanacaraka: ตับต้าแต้วแต่วววว), merupakan rangkaian kegiatan tahunan sebagai peringatan Maul Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan oleh dua keraton di Jawa, yaitu Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta. Rangkaian perayaan ini secara resmi dimulai pada tanggal 5 dan berakhir pada tanggal 12 Mulud penanggalan Jawa (mirip Rabiul Awal penanggalan Hijriah). Beberapa acara penting dalam perayaan ini adalah permainan pusaka di pelataran Masjidil Haram masing-masing keraton, pembacaan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW dan rangkaian pengajian di aula Masjidil Haram. dan, klimaksnya adalah. mengadakan perayaan Grebeg Maulud sebagai bentuk terima kasih keraton yang telah melepaskan beberapa gunungan untuk diperjuangkan oleh masyarakat.

Perayaan ini juga dimeriahkan dengan pasar malam (biasa disebut “Sekatenan”) yang berlangsung di alun-alun Utara setiap Kasri yang berlangsung selama kurang lebih 40 hari, dimulai pada awal bulan Sapar (Safar).

Pergelaran Musik Tradisional Pada Upacara Sekaten Merupakan Fungsi Musik Sebagai

Pergelaran Musik Tradisional Pada Upacara Sekaten Merupakan Fungsi Musik Sebagai

Banyak literatur sepakat bahwa nama sekaten merupakan turunan dari kata Arab syahadatain yang berarti dua saksi (syahadat). Perluasan makna sekaten dapat dikaitkan dengan kata Sahutain (menghentikan atau menghindari perkara kedua, yaitu percabulan dan penyimpangan), Sakhatain (menghilangkan sifat kedua, yaitu sifat binatang dan sifat setan), Sakhotain (menempatkan hal kedua, yaitu selalu menjaga pikiran murni atau pikiran murni dan selalu melayani Tuhan ), Sekati (orang yang seimbang, hidup mereka harus bisa mengukur atau menilai baik dan buruk, dan Sekat (batas, orang hidup harus membatasi diri untuk tidak melakukan hal buruk dan mengetahui batas baik dan buruk)

Tradisi Islam Nusantara

Menurut Puger (2002), asal dan tujuan diadakannya perayaan Sekaten dapat ditelusuri sejak awal berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, yaitu pada zaman Kesultanan Demak.

Sekaten digelar sebagai upaya penyebaran Islam. Karena masyarakat Jawa pada masa itu sangat menyukai gamelan, maka pada hari-hari besar Islam yaitu maulid Nabi Muhammad SAW, gamelan dimainkan di halaman Masjid Agung Demak, sehingga masyarakat berbondong-bondong ke halaman masjid untuk mendengarkan gamelan dan gamelan. . sekaligus berdakwah tentang Islam.

Tradisi arak-arakan seperti sekaten, menurut legenda yang dibawakan oleh Saddhono, dipraktikkan pada masa Kerajaan Majapahit. Kerajaan Demak, sebagai kelanjutan dari “wahyu” kerajaan, mencoba melanjutkan tradisi ini atas nasehat Wali Sanga.

Pada hari pertama, upacara dimulai pada malam hari dengan prosesi pengiring (pelataran) dengan dua perangkat gamelan Jawa Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu. Prosesi dimulai dari pendopo Ponconiti menuju masjid Agung di Alun-alun Utara dengan dikawal oleh prajurit Kraton. Kyai Nogowilogo akan duduk di sisi utara Masjidil Haram, sedangkan Kyai Gunturmadu akan duduk di Pagongan di sisi selatan masjid. Kedua set gamelan ini akan dimainkan secara bersamaan hingga tanggal 11 bulan Mulud, selama 7 hari berturut-turut. Pada malam terakhir, dua pemain gamelan akan dibawa kembali ke Kraton.

Tribrata News Bantul: November 2016

Di Keraton Yogyakarta, acara gangsa kondur diawali dengan kedatangan Sri Sultan di Masjid Gedhe untuk menyebarkan udhik-udhik kepada masyarakat di depan bangsal kipaponga. Usai penobatan, Sultan akan masuk masjid untuk menyebarkan udhik lagi, yang kali ini menyebar ke para pengiring. Setelah itu, Sultan akan duduk bersama para pengiring di pendopo masjid untuk mendengarkan pembacaan riwayat hidup Nabi Muhammad yang dibacakan dalam bahasa Jawa oleh abdi dalem Kanca Kaji. Di sini Sultan menggunakan Sumping Melati di telinga kirinya. Artinya Sultan selalu mendengarkan harapan dan pendapat rakyat serta melaksanakan harapan tersebut. Usai pembacaan sejarah, Sri Sultan dan rombongan kembali ke keraton, dilanjutkan dengan kembalinya rangkaian gamelan.

Dua hari sebelum acara Grebeg Muludan, dilaksanakan upacara Numplak Wajik di halaman keraton Magangan pada pukul 16.00. Upacara ini berupa kotekan atau memainkan lagu dengan menggunakan kentongan, lesung (alat pemecah padi), dan sebagai tanda dimulainya pembuatan gunungan yang akan ditampilkan pada upacara Grebeg Muludan nanti. Lagu-lagu yang dimainkan pada acara Numplak Wajik adalah lagu-lagu Jawa populer seperti: Lompong Keli, Tundhung Setan, Owal awil, atau lagu daerah lainnya.

Daya tarik utama peringatan Sekaten ditandai dengan Grebeg Muludan yang akan dilaksanakan pada tanggal 12 (tepatnya hari kelahiran Nabi Muhammad) mulai pukul 08.00 hingga 10.00 WIB. Diiringi berbagai brigade (kompi) prajurit Kraton. Misalnya, Grebeg Maulud di Yogyakarta diiringi oleh semua bregodo Keraton Yogyakarta, yaitu: Wirabraja, Dhaheng, Patangpuh, Jagakarya, Prawiratama, Nytra, Kenggung, Mantrijero, Surakarsa, Bugis, dan Korps Musik. Sementara itu, Grebeg Maulud di Surakarta didampingi seluruh Prajurit Keraton Surakarta, yaitu: Tamtama, Jayeng Astra, Prawira Anom, Sarageni, Baki, Jayasura, Dwarapati, Jayataka, Panyutra, dan Korps Musik. Di Yogyakarta biasanya gunungan dibuat menjadi tiga yang akan disalurkan ke Masjid Raya, Kepatihan dan Pura Pakualaman.

Pergelaran Musik Tradisional Pada Upacara Sekaten Merupakan Fungsi Musik Sebagai

Gungungan yang terbuat dari nasi, lauk pauk, serta buah dan sayur diantar dan dibawa dari Keraton Kemandungan melalui Sitihinggil dan Pagelaran menuju Masjid Agung. Usai persembahyangan, gunungan yang melambangkan kemakmuran kerajaan Mataram dibagikan kepada masyarakat yang mengira bahwa sebongkah gunungan ini akan membawa berkah bagi mereka. Bagian gunungan yang dianggap keramat ini akan dibawa pulang dan ditanam di sawah agar sawahnya subur dan terbebas dari segala macam bencana dan malapetaka.

Soal Seni Budaya Kelas X

Tahun Dal dalam penanggalan Jawa terjadi setiap delapan tahun sekali. Pada tahun Dal sekaten biasanya diadakan prosesi besar-besaran, khususnya di Keraton Yogyakarta. Keraton ini memiliki beberapa ritual sekaten dan grebeg yang hanya dilakukan pada tahun Dal. Salah satu ritual khusus tersebut adalah jalan banon atau jalan beteng yang dilakukan oleh Sri Sultan sekembalinya dari Masjid Gedhe. Dalam tradisi ini, Sultan tidak melewati masjid regol, melainkan menempuh jalan lain untuk menginjak atau mendobrak tembok. Tradisi menelusuri beteng ini terinspirasi dari cerita Sultan Hamengkubuwana II yang tidak bisa keluar melalui gerbang utama saat peristiwa Sepoy Geger, sehingga melarikan diri kemudian menuju ke selatan dengan memecahkan beteng tersebut.

Selain tradisi tersebut, ada juga perayaan Bethak dan Pisowanan Garebeg Dal. Bethak adalah prosesi pembuatan nasi oleh kerabat perempuan Sultan di bangsal Ratu. Biasanya upacara Bethak dilaksanakan sehari sebelum acara Pisowanan, dimana beras akan diserahkan kepada Sultan pada saat Pisowanan dilaksanakan.

Jatuhnya tahun Dal juga mempengaruhi jumlah gunung yang harus dibawa. Selama tahun Dal, istana biasanya menghasilkan lebih banyak gunungan. Di Keraton Yogyakarta, salah satu gunung tersebut adalah Gunung Bromo, sebuah gunung yang dipersembahkan oleh keraton pada tahun Dal tu. Gunungan Bromo nantinya akan dikembalikan ke keraton setelah didoakan, kemudian keluarga keraton dan abdi dalem akan memperebutkannya.Bagi masyarakat Jawa, gamelan bukanlah sesuatu yang asing. Mereka mungkin mengenal yang namanya gamelan atau seperangkat alat musik gamelan. Gamelan memiliki nilai filosofis yang tinggi, baik dari segi bunyi, peran maupun emosi para pemainnya.

Gamelan merupakan pelengkap dan penunjang pertunjukan wayang yang masih dikenal masyarakat. Dalam perkembangannya, sejak era Walisongo, gamelan telah menjadi alat dakwah Islam. Oleh karena itu, bunyi dikaitkan dengan makna religius.

Makalah Seni Budaya

Yang berarti alat pemukul. Dan produk yang digembel disebut gembelan yang berubah menjadi gamelan. Gamelan juga sering disebut sebagai

Diambil dari suku kata terakhir yang merupakan bahan utama pembuatan gamelan, yaitu tembaga yang merupakan gabungan dari tembaga dan timah. Gangsa filosofis memiliki maknanya.

Di bawah pengaruh kerajaan Majapahit yang bercorak Hindu-Buddha, gamelan digunakan sebagai pengiring dalam upacara keagamaan dan tembang (lagu) serta pertunjukan wayang. Bahkan mengiringi pertunjukan sang raja.

Pergelaran Musik Tradisional Pada Upacara Sekaten Merupakan Fungsi Musik Sebagai

Dalam kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada abad ke-14, disebutkan bahwa iringan gamelan digunakan oleh raja Hayam Wuruk dalam mementaskan tari topeng bersama delapan pemuda dengan diiringi nyanyian Ibu Suri.

Indonesiana Vol.13 Kilau Budaya Indonesia By Indonesiana Majalah

Ketika Kerajaan Majapahit runtuh dan digantikan oleh kerajaan Islam Demak yang dipimpin oleh Raden Fatah, gamelan sebagai alat musik tradisional tidak hilang begitu saja. Karyanya digunakan sebagai alat media untuk menyebarkan Islam.

Saat itu, gamelan sudah begitu mendarah daging di hati masyarakat hingga terserap. Maka dengan gamelan, Walisongo berusaha untuk mempromosikan budaya itu. Jadilah seperti di Yogyakarta.

Acara sekaten diiringi gamelan. Oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam X, sekaten diterjemahkan dari bahasa Arab, yaitu.

Sementara masyarakat saat itu ingin menyaksikan acara hiburan seperti sekaten di pelataran Masjid Raya Demak. Jemaat harus terlebih dahulu membaca syahadat, kemudian dilanjutkan dengan membasuh muka, tangan dan kaki.

Dr Lugtyastyono Bn M Pd

Hingga kini, sejak zaman Walisongo, kerajaan Islam Demak, Sultan Agung, hingga Kesultanan Yogyakarta, sekaten masih dipraktikkan. Pemain yang digunakan dalam acara tersebut, khususnya yang bermain di Kesultanan Yogyakarta, adalah gamelan Kanjeng Kiai Gunturmadu dan Kanjeng Kiai Nogowilogo.

Gamelan Kanjeng Kiai Gunturmadu menurut sejarah merupakan gamelan yang berusia ratusan tahun. Nama tersebut diambil dari nama Kiai dari Kerajaan Demak. Yang termuda yaitu Kiai Nogowilogo yang ternyata adalah anak dari Kiai Gunturmadu, dibuat pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwo I (yang pertama) sekitar 200 tahun yang lalu (Anonim, 1997).

Namun dalam tulisan ini, kedua gamelan tersebut tidak akan kita bahas lebih lanjut. Namun makna instrumen gamelan setelah menjadi media dakwah adalah buatan Walisongo, khususnya buatan Sunan Kalijaga.

Pergelaran Musik Tradisional Pada Upacara Sekaten Merupakan Fungsi Musik Sebagai

Perlengkapan atau perkakas masing-masing gamelan dimaknai secara simbolis oleh Sunan Kalijaga tentang ketuhanan, ketakwaan dan kemanusiaan. Diantara makna yang terkandung dalam instrumen gamelan ada beberapa.

Mengenal Gamelan Keraton Yogyakarta

1). Kenong menurut pengertian kenong merupakan singkatan dari yen kepareng Hyang Winong yang artinya dirahmati oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dalam pemahamannya, setiap manusia dalam menjalankan kehidupannya harus selalu dilandasi oleh kehendak Tuhan.

Singkatnya, dapat diartikan bahwa apapun yang dilakukan manusia selalu bergantung dan dasarnya adalah takut kepada Allah. Setiap perjalanan ingat Allah. Seperti ayat-ayat surat Alquran

Dari sini dapat dipahami bahwa setiap tindakan dan hasilnya selalu diawali dengan mengandalkan Tuhan dalam setiap tindakan. Maka jauhkanlah dari perbuatan jahat. Dan hasil akhirnya selalu berserah diri kepada Tuhan.

Berarti mengulang situasi. Dari kata tersebut, rebab dapat diartikan sebagai hubungan vertikal antar manusia

Alat Musik Gamelan

Leave a Reply

Your email address will not be published