Dalam ranah pemikiran filosofis dan teologis, frasa “la maujuda illallah” memegang posisi sentral. Artinya yang mendalam telah menginspirasi dan membentuk pemahaman tentang eksistensi, realitas, dan tujuan hidup selama berabad-abad.
Frasa ini, yang secara harfiah berarti “tidak ada yang wujud kecuali Allah”, mengisyaratkan konsep mendasar tentang keesaan dan kemahakuasaan Tuhan dalam agama Islam. Memahami maknanya tidak hanya penting bagi umat Islam tetapi juga memberikan wawasan yang berharga bagi pencari kebenaran dari semua latar belakang.
Arti dan Makna
Frasa “la maujuda illallah” secara harfiah berarti “tidak ada yang ada selain Allah”.
Secara filosofis, frasa ini mengekspresikan keyakinan akan keesaan dan keunikan Allah. Ini menyiratkan bahwa segala sesuatu yang ada berasal dari Allah dan bergantung pada-Nya untuk keberadaannya.
Secara teologis, frasa ini adalah dasar dari konsep tauhid dalam Islam, yang menegaskan bahwa hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah, dan tidak ada Tuhan lain selain Dia.
Konteks Historis dan Agama
Frasa “la maujuda illallah” memiliki akar sejarah yang mendalam dalam agama Islam. Ini adalah deklarasi tauhid, konsep fundamental yang menyatakan kesatuan dan keesaan Tuhan.
Asal-usul Sejarah
Frasa ini pertama kali muncul dalam Al-Qur’an, kitab suci umat Islam. Dalam Surat Al-Ikhlas, Allah SWT menyatakan: “Katakanlah: ‘Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.'”
(QS. Al-Ikhlas: 1-4)
Hubungan dengan Tauhid
Tauhid adalah pilar pertama dalam Islam. Ini menuntut umat Islam untuk percaya bahwa hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah SWT, dan tidak ada yang setara dengan-Nya. Frasa “la maujuda illallah” adalah pengakuan atas keesaan Tuhan ini dan penolakan terhadap segala bentuk politeisme atau kemusyrikan.
Implikasi Filosofis
Mengakui “la maujuda illallah” memiliki implikasi filosofis yang mendalam. Ini mengarah pada pemahaman baru tentang eksistensi, realitas, dan tujuan hidup.
Konsep Eksistensi
Pengakuan ini menyoroti ketergantungan segala sesuatu pada Tuhan. Semua makhluk dan benda yang ada bergantung pada Tuhan untuk keberadaannya. Ini menentang gagasan eksistensi yang independen atau abadi.
Konsep Realitas
Mengakui “la maujuda illallah” menunjukkan bahwa realitas sejati terletak pada Tuhan. Realitas duniawi bersifat sementara dan fana, sedangkan realitas Tuhan bersifat abadi dan mutlak. Ini mengarahkan kita untuk mempertanyakan sifat sejati dari apa yang kita anggap sebagai nyata.
Tujuan Hidup
Implikasi filosofis ini juga memengaruhi pemahaman kita tentang tujuan hidup. Jika segala sesuatu bergantung pada Tuhan, maka tujuan hidup kita adalah untuk mengenal, menyembah, dan mengabdi kepada-Nya. Ini memberikan makna dan arah yang lebih tinggi bagi kehidupan kita.
Implikasi Praktis
Memahami “la maujuda illallah” berdampak signifikan pada kehidupan sehari-hari. Hal ini menumbuhkan rasa syukur, kerendahan hati, dan kepatuhan yang mendalam.
Rasa Syukur
- Menyadari bahwa segala sesuatu berasal dari Allah SWT menumbuhkan rasa terima kasih yang tulus.
- Memupuk rasa syukur atas berkah dan anugerah, besar atau kecil, yang diterima setiap hari.
Kerendahan Hati
- Mengakui bahwa segala sesuatu berada di bawah kendali Allah SWT memupuk kerendahan hati.
- Menyadari bahwa manusia hanyalah ciptaan yang lemah dan fana, dan tidak boleh menyombongkan diri.
Kepatuhan
- Memahami “la maujuda illallah” mendorong kepatuhan pada perintah Allah SWT.
- Mengakui bahwa segala sesuatu terjadi karena kehendak-Nya, dan karena itu manusia harus tunduk pada kehendak tersebut.
Tafsir dan Perspektif Berbeda
Konsep “la maujuda illallah” telah menjadi subjek berbagai tafsir dan perspektif dalam sejarah pemikiran Islam. Ulama dan cendekiawan telah menafsirkan frasa ini dengan cara yang berbeda, menghasilkan keragaman pemahaman.
Variasi dan Perbedaan Interpretasi
Beberapa variasi dan perbedaan interpretasi utama antara lain:
- Perspektif Literal: Memahami frasa ini secara harfiah, yang berarti tidak ada yang ada selain Allah.
- Perspektif Metaforis: Menafsirkan frasa ini sebagai metafora untuk penyatuan dengan Tuhan atau pengalaman mistik.
- Perspektif Filosofis: Memandang frasa ini sebagai pernyataan tentang sifat realitas dan keberadaan.
- Perspektif Sufisme: Memahami frasa ini sebagai ekspresi dari penyatuan dengan Tuhan melalui praktik spiritual.
- Perspektif Teologis: Menafsirkan frasa ini dalam konteks teologi Islam, menekankan keesaan dan keunikan Allah.
Variasi interpretasi ini mencerminkan keragaman pemikiran dan perspektif dalam tradisi Islam, menyoroti kekayaan dan kompleksitas konsep “la maujuda illallah”.
Bukti dan Pendukung
Kepercayaan “la maujuda illallah” didukung oleh teks-teks agama dan sumber sejarah yang luas.
Kutipan dari Al-Qur’an
- “Tiada Tuhan selain Allah, yang Maha Esa dan tidak beranak.” (QS. Al-Ikhlas: 1-4)
- “Dan jika engkau bertanya kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’, pasti mereka akan menjawab: ‘Allah’.” (QS. Luqman: 25)
Kutipan dari Hadis
- “Allah berfirman: ‘Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan telah Aku jadikan kezaliman itu haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi.'” (HR. Muslim)
- “Barangsiapa yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, maka Allah pasti memasukkannya ke surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bukti Sejarah
Konsep “la maujuda illallah” telah menjadi prinsip fundamental Islam sejak awal sejarahnya. Hal ini dibuktikan oleh:
- Deklarasi Syahadat, yang diucapkan oleh umat Islam sebagai pengakuan iman mereka kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan.
- Penggunaan frasa “la maujuda illallah” pada koin dan arsitektur Islam selama berabad-abad.
- Penyebaran Islam ke seluruh dunia, sebagian besar disebabkan oleh keyakinan pada prinsip tauhid ini.
Relevansi Kontemporer
Prinsip “la maujuda illallah” tetap relevan di dunia modern karena memberikan kerangka kerja untuk mengatasi tantangan dan memberikan panduan dalam masyarakat saat ini.
Prinsip ini mengingatkan individu tentang keesaan Tuhan dan peran mereka sebagai khalifah di bumi. Hal ini mendorong tanggung jawab, keadilan, dan belas kasih, nilai-nilai penting dalam masyarakat yang kompleks dan saling terhubung.
Mengatasi Tantangan
- Memberikan landasan moral yang kuat dalam menghadapi dilema etika dan pengambilan keputusan.
- Mendorong empati dan toleransi di tengah keragaman dan konflik.
- Mempromosikan perdamaian dan harmoni dengan mengakui persatuan umat manusia di bawah satu Tuhan.
Memberikan Panduan
- Membimbing individu menuju tujuan dan makna hidup dengan menekankan tujuan penciptaan.
- Memberikan kenyamanan dan harapan dalam menghadapi kesulitan dengan mengingatkan akan kehadiran dan belas kasih Tuhan.
- Memfasilitasi pengembangan spiritual dan pertumbuhan dengan mendorong kontemplasi dan refleksi diri.
Simpulan Akhir
Melalui pengakuan “la maujuda illallah”, kita diingatkan akan sifat fana keberadaan kita sendiri dan pentingnya hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Ini adalah prinsip panduan yang memberikan rasa syukur, kerendahan hati, dan kepatuhan, memungkinkan kita untuk menavigasi tantangan hidup dengan kekuatan dan tujuan.
Dalam konteks dunia modern, “la maujuda illallah” tetap relevan, menawarkan penghiburan dan bimbingan di tengah ketidakpastian dan kekacauan. Ini adalah pengingat abadi akan keterbatasan kita dan keunggulan Tuhan, memberikan landasan yang kokoh untuk pertumbuhan spiritual dan kehidupan yang bermakna.
Jawaban yang Berguna
Apa arti harfiah dari “la maujuda illallah”?
Tidak ada yang wujud kecuali Allah.
Bagaimana “la maujuda illallah” terkait dengan konsep tauhid?
Ini adalah penegasan tentang keesaan dan kemahakuasaan Tuhan, inti dari tauhid dalam Islam.
Apa implikasi praktis dari memahami “la maujuda illallah”?
Ini menumbuhkan rasa syukur, kerendahan hati, dan kepatuhan, membimbing kita untuk menjalani hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.