Anake Gelungan Ibune Ngrembyang

Made Santika March 13, 2024

Dalam khazanah budaya Jawa, terdapat sebuah ungkapan yang kaya akan makna dan sarat dengan nilai-nilai filosofis, yaitu “anake gelungan ibune nggembyang”. Ungkapan ini tidak hanya sekadar peribahasa, tetapi juga merefleksikan pandangan masyarakat Jawa tentang hubungan keluarga, tanggung jawab sosial, dan makna hidup.

Secara harfiah, “anake gelungan ibune nggembyang” berarti “anak yang dibesarkan oleh ibunya dengan penuh kasih sayang dan pengorbanan”. Namun, di balik makna tersebut, tersimpan simbolisme dan interpretasi yang lebih dalam, menjadikan ungkapan ini sebuah cerminan dari budaya dan karakter masyarakat Jawa.

Penggunaan dan Konteks

anake gelungan ibune ngrembyang

Ungkapan “anake gelungan ibune ngrembyang” banyak digunakan dalam percakapan sehari-hari masyarakat Jawa. Ungkapan ini memiliki makna harfiah “anaknya perempuan ibunya banyak bicara”. Namun, dalam konteks sosial budaya Jawa, ungkapan ini lebih luas maknanya.

Dalam konteks budaya Jawa, ungkapan “anake gelungan ibune ngrembyang” sering digunakan untuk menggambarkan anak perempuan yang memiliki sifat atau karakteristik yang mirip dengan ibunya, terutama dalam hal kecenderungan banyak bicara atau cerewet.

Contoh Penggunaan

  • “Bu, anaknya perempuan Ibu banyak bicara ya.”
  • “Iya, betul. Anakku memang ‘anake gelungan ibune ngrembyang’.”
  • “Wajarlah kalau anak perempuan banyak bicara, namanya juga perempuan.”

Arti dan Interpretasi

Ungkapan “anake gelungan ibune ngrembyang” mengandung makna yang lebih dalam dan simbolisme yang tersembunyi. Ungkapan ini merupakan peribahasa Jawa yang menggambarkan seseorang yang suka membicarakan atau mengumbar aib keluarganya sendiri.

Makna Tersembunyi

  • Ketidakmampuan Menjaga Rahasia: Orang yang “anake gelungan ibune ngrembyang” seringkali tidak dapat menjaga rahasia, baik yang menyangkut dirinya sendiri maupun keluarganya.
  • Kurangnya Rasa Hormat: Mengumbar aib keluarga menunjukkan kurangnya rasa hormat terhadap orang tua dan anggota keluarga lainnya.
  • Sifat Tidak Dewasa: Perilaku seperti ini dianggap tidak dewasa dan tidak pantas dilakukan oleh orang yang sudah seharusnya bertanggung jawab.

Simbolisme

Selain makna tersembunyi, ungkapan ini juga memiliki simbolisme yang kuat. “Gelungan” dalam bahasa Jawa berarti gulungan, yang melambangkan rahasia atau hal-hal yang seharusnya tidak diumbar.

“Ibu” melambangkan keluarga atau lingkungan terdekat. Dengan demikian, “anake gelungan ibune ngrembyang” menggambarkan seseorang yang mengumbar rahasia keluarganya sendiri, yang merupakan tindakan yang tidak pantas dan merugikan.

Relevansi dalam Masyarakat Modern

Ungkapan “anake gelungan ibune ngrembyang” masih relevan dalam masyarakat modern, mencerminkan nilai-nilai dan norma sosial yang berlaku. Ungkapan ini menggambarkan perilaku seorang anak yang mengadu kepada ibunya tentang perilaku orang lain, menunjukkan ketergantungan dan ikatan yang erat antara ibu dan anak.

Dalam konteks masyarakat modern, ungkapan ini sering digunakan secara bercanda atau ironis, menunjukkan perilaku anak-anak yang mencari perlindungan atau dukungan dari orang tua mereka ketika menghadapi konflik. Hal ini juga dapat mencerminkan nilai-nilai tradisional di mana ibu dianggap sebagai sosok yang protektif dan pendukung.

Penggunaan dalam Konteks Sosial

Ungkapan “anake gelungan ibune ngrembyang” digunakan dalam berbagai konteks sosial, seperti:

  • Ketika seorang anak mencari dukungan atau perlindungan dari ibunya dalam situasi konflik.
  • Sebagai cara bercanda atau ironis untuk menggambarkan perilaku anak-anak yang bergantung pada orang tua mereka.
  • Untuk menekankan pentingnya ikatan ibu-anak dan peran ibu sebagai pelindung.

Penggambaran dalam Seni dan Budaya

blank

Ungkapan “anake gelungan ibune ngrembyang” telah menginspirasi berbagai karya kreatif dalam seni, sastra, dan bentuk budaya lainnya. Ungkapan ini merepresentasikan dinamika keluarga yang kompleks, di mana anak perempuan sering kali diharapkan untuk mengikuti jejak ibunya dan memenuhi peran tradisional tertentu.

Sastra

  • Dalam novel “Anak Gelungan Ibune Ngrembyang” karya Siti Nurbaya, tokoh utama bernama Siti terpaksa mengikuti jejak ibunya menjadi seorang biduan. Hal ini menggambarkan tekanan sosial yang dihadapi perempuan dalam masyarakat patriarki.
  • Cerpen “Gelungan Ibu” karya Dewi Lestari mengeksplorasi hubungan rumit antara seorang ibu dan anak perempuannya. Cerita ini menunjukkan bagaimana harapan orang tua dapat memengaruhi kehidupan anak-anak mereka.

Seni Pertunjukan

  • Dalam pertunjukan tari tradisional Jawa, ada tarian yang disebut “Tari Gelungan”. Tarian ini menggambarkan hubungan antara seorang ibu dan anak perempuannya, di mana sang ibu mengajarkan nilai-nilai dan tradisi kepada anaknya.
  • Pada tahun 2022, koreografer Rianto menampilkan karya tari berjudul “Anacake Gelungan Ibune Ngrembyang”. Karya ini mengeksplorasi tema emansipasi perempuan dan tekanan sosial yang dihadapi oleh anak perempuan.

Kesimpulan Akhir

blank

Ungkapan “anake gelungan ibune nggembyang” terus relevan dalam masyarakat modern. Di tengah arus globalisasi dan perubahan sosial yang pesat, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tetap menjadi pedoman hidup yang berharga. Ungkapan ini mengingatkan kita tentang pentingnya pengorbanan orang tua, tanggung jawab anak dalam membalas budi, dan harmoni dalam keluarga sebagai fondasi masyarakat yang kuat.

Bagian Pertanyaan Umum (FAQ)

Apa asal-usul ungkapan “anake gelungan ibune nggembyang”?

Asal-usul ungkapan ini tidak diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan berasal dari masa lampau ketika masyarakat Jawa sangat menghormati peran ibu dalam keluarga.

Apa saja variasi ungkapan “anake gelungan ibune nggembyang” di berbagai daerah?

Variasi ungkapan ini antara lain “anake sing digelari ibune nggembyang” (Jawa Tengah), “anake sing digelari ibune ngembyung” (Jawa Timur), dan “anake sing digelari ibune nggembung” (Jawa Barat).

Bagaimana ungkapan “anake gelungan ibune nggembyang” digambarkan dalam seni dan budaya Jawa?

Ungkapan ini seringkali dijumpai dalam tembang macapat, wayang kulit, dan karya sastra Jawa, menggambarkan hubungan erat antara ibu dan anak serta nilai-nilai pengorbanan dan kasih sayang.

blank

Made Santika

Berbagi banyak hal terkait teknologi termasuk Internet, App & Website.

Leave a Comment

Artikel Terkait