Apa Kang Diarani Geguritan

Made Santika March 7, 2024

Dalam khazanah sastra Jawa, geguritan menempati posisi penting sebagai salah satu bentuk puisi tradisional. Berasal dari kata “gurit” yang berarti “goresan” atau “tulisan”, geguritan merupakan sebuah karya sastra yang terikat oleh aturan-aturan tertentu, baik dalam hal bentuk maupun isi.

Sebagai sebuah bentuk sastra, geguritan memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri. Ia tidak hanya berfungsi sebagai media hiburan, tetapi juga memiliki nilai budaya dan sejarah yang tinggi. Dengan memahami apa kang diarani geguritan, kita dapat mengapresiasi kekayaan sastra Jawa dan memperkaya wawasan budaya kita.

Pengertian Geguritan

apa kang diarani geguritan

Geguritan adalah salah satu bentuk puisi tradisional dalam sastra Jawa. Geguritan merupakan karya sastra yang terdiri dari bait-bait yang disebut pupuh, yang masing-masing memiliki jumlah baris dan suku kata tertentu.

Ciri-ciri geguritan antara lain:

  • Terikat oleh aturan pupuh, yaitu bait yang memiliki jumlah baris dan suku kata tertentu.
  • Menggunakan bahasa yang indah dan bermakna.
  • Berisi pesan moral atau nasihat.
  • Dimainkan dengan alat musik gamelan.

Contoh Geguritan

Salah satu contoh geguritan adalah “Serat Wulangreh” karya Sri Paduka Mangkunegara IV. Geguritan ini terdiri dari 20 pupuh, dengan masing-masing pupuh berisi 4 baris. Berikut adalah bait pertama dari “Serat Wulangreh”:

Jer basuki mawa bea

Tanpa susah tanpo susah

Yen tinemu wong susah

Suwe-suwe ilang susah

Jenis-jenis Geguritan

Geguritan merupakan jenis puisi tradisional Jawa yang memiliki berbagai variasi jenis. Setiap jenis geguritan memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri, baik dari segi bentuk, isi, maupun cara penyampaiannya.

Berikut adalah beberapa jenis geguritan yang dikenal dalam tradisi sastra Jawa:

Geguritan Pupuh

Geguritan pupuh merupakan jenis geguritan yang terikat oleh aturan-aturan pupuh tertentu. Pupuh adalah pola persajakan dan jumlah baris dalam setiap baitnya. Terdapat berbagai jenis pupuh dalam geguritan, antara lain pupuh kinanthi, pupuh gambuh, pupuh asmarandana, dan pupuh pangkur.

Geguritan Sekar

Geguritan sekar merupakan jenis geguritan yang lebih bebas dalam hal aturan bentuk. Geguritan sekar tidak terikat oleh aturan pupuh, sehingga jumlah baris dan pola persajakannya dapat bervariasi. Jenis geguritan ini biasanya digunakan untuk menyampaikan kisah-kisah panjang atau ajaran-ajaran moral.

Geguritan Kidung

Geguritan kidung merupakan jenis geguritan yang memiliki melodi atau irama tertentu. Geguritan kidung biasanya dinyanyikan atau dilantunkan dengan iringan alat musik. Jenis geguritan ini banyak digunakan dalam upacara-upacara adat atau keagamaan.

Geguritan Wangsalan

Geguritan wangsalan merupakan jenis geguritan yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertanyaan dan bagian jawaban. Bagian pertanyaan biasanya berisi teka-teki atau pertanyaan yang menantang, sedangkan bagian jawaban berisi jawaban atau penjelasan dari pertanyaan tersebut.

Geguritan Suluk

Geguritan suluk merupakan jenis geguritan yang berisi ajaran-ajaran spiritual atau keagamaan. Geguritan suluk biasanya ditulis oleh para tokoh agama atau spiritual dan digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran-ajaran tersebut kepada pengikutnya.

Unsur-unsur Geguritan

Geguritan merupakan bentuk puisi tradisional Jawa yang memiliki ciri khas tersendiri. Unsur-unsur yang membentuk geguritan terdiri dari bait, larik, dan rima.

Bait

Bait dalam geguritan terdiri dari empat larik yang membentuk satu kesatuan makna. Setiap bait memiliki rima dan irama yang teratur.

Larik

Larik adalah baris-baris dalam geguritan yang membentuk bait. Setiap larik terdiri dari sejumlah suku kata yang sama, biasanya antara 11 hingga 13 suku kata.

Rima

Rima dalam geguritan merupakan persamaan bunyi pada akhir larik. Pola rima dalam geguritan dapat bervariasi, tetapi yang umum digunakan adalah rima silang (abab) dan rima berpasangan (aa).

Fungsi Geguritan

Geguritan, bentuk puisi tradisional Jawa, memegang fungsi penting dalam masyarakat Jawa. Melalui syair-syairnya yang indah, geguritan digunakan untuk menyampaikan pesan, melestarikan budaya, dan sebagai sarana hiburan.

Penyampaian Pesan

Geguritan sering digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan moral, ajaran agama, atau kritik sosial. Syair-syairnya yang mudah diingat dan sarat makna menjadikannya alat yang efektif untuk mendidik dan menginspirasi masyarakat.

Pelestarian Budaya

Geguritan juga memainkan peran penting dalam pelestarian budaya Jawa. Karya-karya geguritan seringkali berisi cerita-cerita rakyat, legenda, dan tradisi Jawa yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan cara ini, geguritan membantu menjaga kelestarian identitas budaya Jawa.

Hiburan

Selain fungsinya yang serius, geguritan juga merupakan bentuk hiburan yang digemari masyarakat Jawa. Pertunjukan geguritan yang diiringi musik tradisional seringkali menjadi acara sosial yang meriah dan menghibur.

Geguritan dalam Sastra Jawa Modern

Geguritan, sebagai bentuk puisi tradisional Jawa, terus berkembang dan diadaptasi dalam sastra Jawa modern. Penulis kontemporer memanfaatkan geguritan untuk mengekspresikan ide-ide dan tema kontemporer, sambil mempertahankan nilai-nilai estetika tradisional.

Perkembangan Geguritan

Pada era modern, geguritan tidak lagi hanya digunakan untuk tema-tema klasik, tetapi juga mencakup topik sosial, politik, dan budaya. Penulis bereksperimen dengan struktur, bahasa, dan tema geguritan, menciptakan variasi baru dalam bentuk puisi ini.

Adaptasi oleh Penulis Kontemporer

Penulis Jawa modern menggunakan geguritan sebagai sarana untuk mengkritik masalah sosial, mengeksplorasi identitas budaya, dan menyuarakan aspirasi masyarakat. Geguritan menjadi wadah untuk refleksi diri, ekspresi emosi, dan penyampaian pesan yang bermakna.

Contoh Geguritan

Geguritan merupakan salah satu jenis puisi tradisional Jawa yang memiliki ciri khas berupa penggunaan bahasa yang indah dan ritmis. Berikut ini adalah beberapa contoh geguritan dari berbagai jenis:

Jenis Geguritan Lugu

  • Judul: Wilujeng (Selamat)
  • Penulis: Ronggowarsito
  • Kutipan:Wilujeng dalu, wilujeng wengi, wilujeng ingkang sami turu (Selamat malam, selamat tidur, selamat bagi yang sedang tidur).”

Jenis Geguritan Pucung

  • Judul: Serat Wedhatama
  • Penulis: KGPAA Mangkunegara IV
  • Kutipan:Lamun sira wani nglakoni laku lampah, laku prihatin, amrih mardika ing ngaurip (Jika kamu berani menjalani laku prihatin, demi kemerdekaan dalam hidup).”

Jenis Geguritan Dhandhanggula

  • Judul: Dhandhanggula
  • Penulis: Sunan Kalijaga
  • Kutipan:Kang duwur yen digugu, kang jero yen ditiru, kang luhur yen dituruti (Yang tinggi jika diikuti, yang dalam jika ditiru, yang luhur jika dituruti).”

Cara Menulis Geguritan

Geguritan adalah salah satu bentuk puisi tradisional Jawa yang memiliki struktur dan aturan penulisan tertentu. Berikut adalah langkah-langkah untuk menulis geguritan:

Pemilihan Tema

Pilihlah tema yang menarik dan sesuai dengan nilai-nilai budaya Jawa. Tema dapat berupa pengalaman pribadi, kisah sejarah, atau ajaran moral.

Struktur

Geguritan memiliki struktur yang terdiri dari:

  • Bait: Terdiri dari empat baris.
  • Larik: Setiap bait terdiri dari delapan suku kata.
  • Guru Gatra: Pola suku kata dalam setiap larik, yaitu 12-10-8-8.
  • Guru Wilangan: Pola jumlah suku kata dalam setiap bait, yaitu 38.

Penggunaan Bahasa

Gunakan bahasa Jawa yang santun dan sesuai dengan kaidah bahasa. Perhatikan juga penggunaan rima dan irama agar geguritan enak didengar.

Apresiasi Geguritan

Geguritan, sebuah bentuk puisi tradisional Jawa, menawarkan keindahan dan kedalaman yang unik. Apresiasi terhadap karya sastra ini membutuhkan pemahaman tentang karakteristik dan kriteria kualitasnya.

Kriteria Penilaian Kualitas Geguritan

  • Struktur dan Rima: Geguritan memiliki struktur bait yang teratur, biasanya terdiri dari empat baris dengan rima silang atau berpasangan.
  • Bahasa dan Diksi: Penggunaan bahasa yang puitis, kiasan, dan simbolisme memperkaya makna dan menciptakan kesan estetis.
  • Tema dan Pesan: Geguritan mengeksplorasi berbagai tema, dari cinta dan kehidupan hingga filsafat dan spiritualitas, menyampaikan pesan yang mendalam.
  • Imaji dan Indera: Penyair menggunakan imaji yang kuat dan indrawi untuk membangkitkan respons emosional dan memberikan pengalaman mendalam.
  • Nilai Budaya: Geguritan mencerminkan nilai-nilai budaya Jawa, memberikan wawasan tentang tradisi, kepercayaan, dan estetika.

Pemungkas

apa kang diarani geguritan

Geguritan, sebagai bentuk sastra tradisional Jawa, terus berkembang dan beradaptasi seiring perjalanan waktu. Keberadaannya dalam sastra Jawa modern menunjukkan bahwa bentuk puisi ini masih relevan dan diminati oleh masyarakat. Melalui geguritan, kita dapat melestarikan budaya, menyampaikan pesan, dan menikmati keindahan bahasa Jawa.

Pertanyaan Umum yang Sering Muncul

Apa perbedaan antara geguritan dan tembang?

Geguritan dan tembang merupakan dua bentuk puisi tradisional Jawa yang berbeda. Geguritan memiliki bentuk yang lebih bebas, sedangkan tembang terikat oleh aturan-aturan yang lebih ketat, seperti jumlah baris, suku kata, dan rima.

Apa saja unsur-unsur yang membentuk geguritan?

Unsur-unsur geguritan meliputi bait, larik, rima, dan irama. Bait merupakan kesatuan baris-baris puisi, larik adalah baris-baris dalam bait, rima adalah persamaan bunyi pada akhir baris, dan irama adalah pola pengulangan bunyi dalam puisi.

Apa fungsi geguritan dalam masyarakat Jawa?

Geguritan memiliki beberapa fungsi dalam masyarakat Jawa, antara lain sebagai media hiburan, sarana penyampaian pesan, dan pelestarian budaya.

Bagaimana cara mengapresiasi geguritan?

Mengapresiasi geguritan dapat dilakukan dengan memahami unsur-unsur pembentuknya, seperti bait, larik, rima, dan irama. Selain itu, perlu juga memahami konteks budaya dan sejarah yang melatarbelakangi penciptaan geguritan.

blank

Made Santika

Berbagi banyak hal terkait teknologi termasuk Internet, App & Website.

Leave a Comment

Artikel Terkait