Arti Dari Lam Yalid Walam Yulad

Made Santika March 13, 2024

Dalam wacana keagamaan Islam, frasa “lam yalid walam yulad” memegang signifikansi mendalam yang mencerminkan pemahaman mendasar tentang sifat Tuhan. Ungkapan ini, yang secara harfiah berarti “tidak melahirkan dan tidak dilahirkan,” mengungkapkan keyakinan sentral tentang keesaan dan transendensi Tuhan.

Konsep “lam yalid walam yulad” berakar pada ajaran tauhid, yang menegaskan keesaan Tuhan. Dalam konteks ini, frasa tersebut menyangkal gagasan antropomorfik tentang Tuhan, seperti memiliki anak atau keturunan, yang dapat mengarah pada kesyirikan atau politeisme.

Konteks Keagamaan

arti dari lam yalid walam yulad

Frasa “lam yalid walam yulad” (bahasa Arab: لم يلد ولم يولد) memegang peran penting dalam teologi Islam. Artinya “tidak beranak dan tidak diperanakkan”, frasa ini merupakan penegasan tentang keesaan dan keunikan Tuhan.

Hubungan dengan Keesaan Tuhan

Dalam Islam, Tuhan dipandang sebagai satu-satunya yang esa dan unik. Konsep keesaan Tuhan ini dikenal sebagai tauhid. Frasa “lam yalid walam yulad” menegaskan bahwa Tuhan tidak memiliki anak atau orang tua, sehingga tidak terikat oleh hubungan keluarga atau silsilah.

Keesaan Tuhan juga berarti bahwa Tuhan tidak memiliki sifat-sifat makhluk ciptaan-Nya, seperti memiliki anak atau diperanakkan. Konsep ini menolak gagasan bahwa Tuhan memiliki wujud fisik atau sifat antropomorfik.

Dengan demikian, frasa “lam yalid walam yulad” berfungsi sebagai pengingat akan sifat unik dan transenden Tuhan dalam Islam.

Implikasi Teologis

arti dari lam yalid walam yulad terbaru

Frasa “lam yalid walam yulad” memiliki implikasi teologis yang mendalam bagi pemahaman tentang sifat Tuhan. Frasa ini menegaskan bahwa Tuhan tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, menunjukkan bahwa Tuhan tidak memiliki asal-usul atau keturunan.

Sifat Abadi Tuhan

Implikasi pertama adalah bahwa Tuhan bersifat abadi. Tidak dilahirkan menunjukkan bahwa Tuhan tidak memiliki awal, dan tidak melahirkan menunjukkan bahwa Tuhan tidak memiliki akhir. Tuhan ada di luar batasan waktu dan ruang, selamanya ada dan tidak dapat dihancurkan.

Keunikan Tuhan

Kedua, frasa ini menekankan keunikan Tuhan. Tidak memiliki asal-usul atau keturunan menyiratkan bahwa Tuhan tidak seperti ciptaan lainnya. Tuhan adalah satu-satunya yang ada tanpa sebab dan tidak bergantung pada makhluk lain mana pun.

Transendensi Tuhan

Ketiga, “lam yalid walam yulad” menunjukkan transendensi Tuhan. Tidak dilahirkan dan tidak melahirkan menunjukkan bahwa Tuhan tidak terikat oleh hukum-hukum dunia fisik atau hubungan sebab-akibat. Tuhan berada di luar jangkauan pengalaman manusia dan tidak dapat dipahami sepenuhnya.

Interpretasi Sufi

blank

Interpretasi Sufi dari “lam yalid walam yulad” berfokus pada aspek transendental dan mistis dari konsep tersebut. Para sufi meyakini bahwa Allah SWT berada di luar batas pemahaman manusia dan tidak dapat dibatasi oleh konsep-konsep seperti kelahiran atau kematian.

Berbeda dengan interpretasi tradisional yang memahami “lam yalid walam yulad” secara harfiah, interpretasi Sufi memandang frasa tersebut sebagai metafora untuk transendensi Allah SWT. Mereka percaya bahwa Allah SWT tidak memiliki sifat atau atribut yang sama dengan makhluk ciptaan-Nya, termasuk kelahiran dan kematian.

Konsep Wahdatul Wujud

Salah satu konsep kunci dalam interpretasi Sufi adalah wahdatul wujud , atau kesatuan keberadaan. Para sufi meyakini bahwa segala sesuatu yang ada adalah manifestasi dari Allah SWT. Dengan demikian, konsep kelahiran dan kematian hanya berlaku bagi makhluk ciptaan, bukan bagi Allah SWT yang merupakan sumber segala keberadaan.

Konsep Fana dan Baqa

Interpretasi Sufi juga terkait dengan konsep fana dan baqa . Fana mengacu pada peniadaan ego dan keinginan pribadi seseorang, sementara baqa mengacu pada keberadaan yang abadi. Para sufi percaya bahwa dengan mengalami fana , seseorang dapat mencapai baqa dan bersatu dengan Allah SWT yang tidak memiliki batas kelahiran atau kematian.

Contoh dan Cara Penggunaan

arti dari lam yalid walam yulad terbaru

Frasa “lam yalid walam yulad” digunakan secara luas dalam teks dan literatur Islam untuk menekankan keesaan dan keagungan Tuhan.

Dalam Al-Qur’an, frasa ini muncul beberapa kali, seperti dalam surah Al-Ikhlas ayat 4:

“Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan”

Frasa ini juga digunakan dalam Hadits, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:

“Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan”

Penggunaan frasa “lam yalid walam yulad” ini bertujuan untuk meniadakan sifat-sifat kemanusiaan pada Tuhan dan menegaskan bahwa Dia adalah Dzat yang Maha Esa, Maha Sempurna, dan tidak bergantung pada makhluk ciptaan-Nya.

Contoh dalam Teks Islam

  • Dalam surah Al-Maidah ayat 73: “Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang diberi Kitab (yaitu): ‘Sungguh kamu akan menerangkan isi Kitab itu kepada manusia dan tidak akan kamu sembunyikan.’ Maka mereka berkata: ‘Kami dengar dan kami taat.’ Dan mereka berkata: ‘Lam yalid walam yulad (Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan).'”
  • Dalam hadits riwayat Imam Muslim: “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dari segumpal tanah. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan (lam yalid walam yulad).” (HR. Muslim)

Terakhir

Frasa “lam yalid walam yulad” berfungsi sebagai landasan teologis yang penting dalam Islam, menekankan transendensi Tuhan yang tak terbatas dan keesaan-Nya yang mutlak. Ini membentuk pemahaman tentang sifat Tuhan sebagai entitas yang tidak terbatas, kekal, dan tidak dapat dibandingkan dengan ciptaan apa pun.

Pertanyaan Umum (FAQ)

Apa terjemahan bahasa Indonesia dari “lam yalid walam yulad”?

Tidak melahirkan dan tidak dilahirkan.

Bagaimana frasa ini digunakan dalam teks Islam?

Untuk menekankan keesaan dan transendensi Tuhan.

Apakah interpretasi Sufi dari “lam yalid walam yulad”?

Sufi menafsirkannya sebagai simbol transendensi Tuhan melampaui batas-batas waktu dan ruang.

blank

Made Santika

Berbagi banyak hal terkait teknologi termasuk Internet, App & Website.

Leave a Comment

Artikel Terkait