Uang, sebagai alat transaksi yang krusial, memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Dalam bahasa Jawa halus, uang dikenal dengan beragam istilah yang mencerminkan kekayaan kosakata dan nilai-nilai budaya Jawa.
Istilah-istilah ini tidak hanya sekadar kata benda, tetapi juga memuat makna filosofis dan adat istiadat yang unik. Eksplorasi uang dalam bahasa Jawa halus akan memberikan wawasan mendalam tentang hubungan erat antara bahasa, budaya, dan kehidupan ekonomi masyarakat Jawa.
Pengertian Uang dalam Bahasa Jawa Halus
Dalam bahasa Jawa halus, kata “uang” merujuk pada alat tukar yang sah dan diakui secara umum.
Penggunaan kata “uang” dalam kalimat bahasa Jawa halus, misalnya:
- “Aku butuh dhuwit (uang) untuk membeli makanan.”
- “Berapa regane (harga) baju ini?”
Jenis-Jenis Uang dalam Bahasa Jawa Halus
Dalam bahasa Jawa halus, terdapat berbagai jenis uang yang memiliki nilai dan kegunaan berbeda. Berikut adalah tabel yang merinci jenis-jenis uang tersebut beserta artinya dan contoh penggunaannya:
Jenis Uang | Arti | Contoh Penggunaan |
---|---|---|
Sengkang | Uang logam kecil bernilai rendah | “Kula gadah sengkang kalih ewu.” (Saya punya uang logam dua ribu.) |
Ketip | Uang logam bernilai lebih besar dari sengkang | “Aku tuku buku nganggo ketip lima ewu.” (Saya membeli buku dengan uang logam lima ribu.) |
Picis | Uang logam bernilai lebih besar dari ketip | “Kula ngutang picis seket.” (Saya berutang uang logam seratus ribu.) |
Rupi | Uang kertas bernilai rendah | “Bapak kula ngaturi rupi sewidak.” (Ayah saya memberikan saya uang kertas dua puluh ribu.) |
Uang | Uang kertas bernilai lebih besar dari rupi | “Aku tuku sepeda nganggo uang limang atus ewu.” (Saya membeli sepeda dengan uang kertas lima ratus ribu.) |
Pitis | Uang kertas bernilai lebih besar dari uang | “Kula gadah pitis sejuta.” (Saya punya uang kertas satu juta.) |
Cara Menghitung Uang dalam Bahasa Jawa Halus
Dalam bahasa Jawa halus, terdapat aturan tersendiri dalam menghitung uang. Aturan ini mengikuti sistem bilangan Jawa yang berbeda dengan sistem bilangan Indonesia.
Satuan Uang dalam Bahasa Jawa Halus
- Seketeg: Rp1
- Sedasa: Rp10
- Sewidak: Rp100
- Satus: Rp1.000
- Sewu: Rp10.000
- Laksa: Rp100.000
- Keti: Rp1.000.000
- Dasaksa: Rp10.000.000
Cara Menghitung Uang dalam Bahasa Jawa Halus
Dalam menghitung uang, satuan yang lebih besar diucapkan terlebih dahulu, diikuti dengan satuan yang lebih kecil. Misalnya, untuk menghitung Rp25.000, maka diucapkan “Kalih Dasaksa Sewu Sewidak”.
Berikut adalah beberapa contoh perhitungan uang dalam bahasa Jawa halus:
- Rp1.500: “Setunggal Satus Sedasa”
- Rp10.000: “Sewu”
- Rp50.000: “Lima Dasaksa”
- Rp100.000: “Laksa”
- Rp1.000.000: “Keti”
Ungkapan tentang Uang dalam Bahasa Jawa Halus
Dalam bahasa Jawa halus, terdapat berbagai ungkapan yang digunakan untuk merujuk pada uang. Ungkapan-ungkapan ini memiliki makna dan penggunaan yang berbeda-beda, tergantung pada konteks percakapan.
Ungkapan Umum
- Arta: Kekayaan, harta benda, uang.
- Pangudi: Penghasilan, rezeki.
- Kepekso: Uang logam.
- Wangsul: Mengembalikan uang.
Ungkapan Bermakna Positif
- Berkah: Uang yang diperoleh dengan cara halal dan membawa kebaikan.
- Untung: Keuntungan yang diperoleh dari suatu usaha.
- Mulya: Uang yang digunakan untuk tujuan mulia, seperti beramal atau membantu orang lain.
Ungkapan Bermakna Negatif
- Wolo: Uang yang diperoleh dengan cara tidak halal.
- Rugi: Kerugian yang dialami dalam suatu usaha.
- Kotor: Uang yang diperoleh dari sumber yang tidak baik atau digunakan untuk tujuan yang tidak baik.
Contoh Penggunaan
- “Yen duwe arta akeh, ojo lali mbagi wong sing butuh.” (Jika memiliki banyak kekayaan, jangan lupa berbagi dengan yang membutuhkan.)
- “Pangudi iki berkah saka Gusti Allah.” (Penghasilan ini adalah berkah dari Tuhan.)
- “Kepekso iki aku wangsul kabeh, amarga ora hakku.” (Uang logam ini aku kembalikan semua, karena bukan hakku.)
Penggunaan Uang dalam Tradisi Jawa
Dalam masyarakat Jawa, uang memegang peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk tradisi dan adat istiadat. Uang tidak hanya digunakan sebagai alat transaksi, tetapi juga memiliki makna simbolis dan spiritual.
Dalam upacara pernikahan, uang digunakan dalam beberapa tahap prosesi. Misalnya, dalam tradisi ” pasrah “, keluarga mempelai pria memberikan sejumlah uang kepada keluarga mempelai wanita sebagai simbol penghormatan dan tanda keseriusan dalam melamar. Uang juga digunakan dalam ritual ” panggih “, di mana mempelai pria dan wanita saling memberikan uang sebagai simbol persatuan dan komitmen.
Upacara Kelahiran
Dalam upacara kelahiran, uang juga memiliki peran penting. Ketika bayi lahir, keluarga akan memberikan uang kepada orang yang pertama kali menggendong bayi tersebut. Uang ini disebut ” pepeling ” dan dipercaya dapat membawa keberuntungan dan keselamatan bagi bayi.
Upacara Kematian
Dalam upacara kematian, uang digunakan untuk menutup mata jenazah dan diletakkan di dalam peti mati. Uang ini disebut ” pepeling ” dan dipercaya dapat membantu jenazah dalam perjalanan ke alam baka. Selain itu, keluarga juga memberikan uang kepada kerabat dan tetangga yang membantu dalam proses pemakaman sebagai tanda terima kasih dan penggantian biaya yang dikeluarkan.
Uang dalam Sastra Jawa
Uang memiliki peran penting dalam karya sastra Jawa klasik, baik sebagai alat transaksi maupun simbol status sosial dan kekuasaan. Penggunaan uang dalam sastra Jawa merefleksikan nilai-nilai masyarakat Jawa pada zaman tersebut.
Peran Uang dalam Alur Cerita
- Uang menjadi penggerak utama dalam alur cerita, seperti dalam karya “Serat Centhini” di mana kekayaan karakter utama menjadi pemicu konflik.
- Uang dapat mempengaruhi keputusan dan tindakan karakter, seperti dalam karya “Serat Wedhatama” di mana uang menjadi sumber godaan dan korupsi.
Peran Uang dalam Karakter
- Kepemilikan uang dapat menggambarkan karakter seseorang, seperti dalam karya “Serat Wulangreh” di mana orang kaya digambarkan sebagai dermawan dan orang miskin sebagai orang yang rendah hati.
- Uang dapat mempengaruhi sifat dan perilaku karakter, seperti dalam karya “Serat Kalatidha” di mana karakter yang kaya menjadi sombong dan arogan.
Peran Uang dalam Tema
- Uang dapat menjadi tema sentral dalam karya sastra Jawa, seperti dalam karya “Serat Jayengbaya” di mana uang digambarkan sebagai sumber kebahagiaan dan kekuasaan.
- Uang dapat menjadi simbol nilai-nilai masyarakat Jawa, seperti dalam karya “Serat Wedhatama” di mana uang digambarkan sebagai alat untuk mencapai keutamaan.
Berikut adalah beberapa kutipan dari karya sastra Jawa yang menggambarkan penggunaan uang:
“Wong urip iku mung nggoleki dhuwit. Yen wis sugih, kabeh bakal enom lan sehat.” (Serat Centhini)
“Uang iku godho sing bisa ngrusak ati.” (Serat Wedhatama)
“Uang iku alat kanggo nggoleki kebahagiaan lan kekuasaan.” (Serat Jayengbaya)
Perkembangan Penggunaan Uang dalam Bahasa Jawa Halus
Penggunaan uang dalam bahasa Jawa halus telah mengalami perubahan signifikan seiring waktu. Faktor sosial, ekonomi, dan budaya telah memainkan peran penting dalam perkembangan ini.
Pengaruh Faktor Sosial
- Urbanisasi: Migrasi ke daerah perkotaan telah membawa masyarakat Jawa ke dalam kontak yang lebih dekat dengan bahasa Indonesia dan budaya Barat, yang mempengaruhi penggunaan istilah uang dalam bahasa Jawa halus.
- Pendidikan: Meningkatnya tingkat pendidikan telah membuat masyarakat Jawa lebih akrab dengan istilah uang dalam bahasa Indonesia, yang kemudian diadopsi ke dalam bahasa Jawa halus.
- Media Massa: Media massa seperti televisi dan internet telah menyebarluaskan penggunaan istilah uang dalam bahasa Indonesia, yang juga memengaruhi bahasa Jawa halus.
Pengaruh Faktor Ekonomi
- Globalisasi: Globalisasi telah meningkatkan perdagangan dan investasi internasional, yang menyebabkan adopsi istilah uang internasional ke dalam bahasa Jawa halus.
- Perkembangan Teknologi: Perkembangan teknologi, seperti kartu kredit dan pembayaran digital, telah menciptakan kebutuhan akan istilah baru dalam bahasa Jawa halus untuk menggambarkan konsep ini.
- Inflasi: Inflasi telah menyebabkan perubahan nilai mata uang, yang juga tercermin dalam penggunaan istilah uang dalam bahasa Jawa halus.
Pengaruh Faktor Budaya
- Modernisasi: Modernisasi telah membawa perubahan pada nilai-nilai dan gaya hidup masyarakat Jawa, yang juga memengaruhi penggunaan istilah uang dalam bahasa Jawa halus.
- Perubahan Status Sosial: Perubahan status sosial, seperti peningkatan kekayaan atau pendidikan, juga dapat memengaruhi penggunaan istilah uang dalam bahasa Jawa halus.
- Tradisi dan Adat Istiadat: Tradisi dan adat istiadat Jawa juga memengaruhi penggunaan istilah uang dalam bahasa Jawa halus, seperti penggunaan istilah tertentu dalam konteks yang formal atau informal.
Terakhir
Dengan demikian, uang dalam bahasa Jawa halus tidak hanya sebatas alat transaksi, tetapi juga cerminan identitas budaya dan tradisi Jawa. Istilah-istilah yang digunakan, cara menghitung, ungkapan, dan penggunaannya dalam berbagai aspek kehidupan sosial memperkaya khazanah bahasa Jawa sekaligus merefleksikan nilai-nilai luhur masyarakat Jawa.
Tanya Jawab (Q&A)
Apa arti kata “keping” dalam bahasa Jawa halus?
Keping merupakan satuan uang logam yang bernilai kecil, biasanya terbuat dari tembaga atau kuningan.
Bagaimana cara menghitung uang dalam bahasa Jawa halus?
Satuan terkecil hingga terbesar adalah kepeng, pitung, geber, saler, wenang, dan kati.
Apa ungkapan bahasa Jawa halus untuk “menabung”?
Nggrumuti arta atau nyimpen dhuwit.